Apa Solusi larangan Merokok?

Pada postingan sebelumnya di Standardisasi's Blog membahas tentang Peluru di Istana, dan kali ini saya akan membahas tentang Apa Solusi Larangan Merokok?. Larangan atau kampanye menghilangkan rokok harus dibarengi solusi lantaran jutaan tenaga kerja menggantungkan hidupnya pada industri rokok. Mereka tersebar di berbagai sektor yang melingkupi industri rokok, mulai dari perkebunan tembakau, pabrik rokok hingga pedagang. “Jangan melarang (rokok) tetapi tidak ada solusi.Itu tidak arif,”ujar Ketua Komisi Agama, Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan (Komisi VIII) DPR AbdulKadirKardingdi Temanggung, Jawa Tengah, kemarin.

Karding mengungkapkan, selama ini bagi daerah-daerah tertentu, tembakau merupakan komoditas utama. Dia mencontohkan Temanggung yang sampai saat ini belum ada tanaman lain yang cocok pada musim kemarau kecuali tembakau. “Kalau rokok dilarang, lalu petani harus menanam apa dan buruh rokok harus bekerja di mana,” ujarnya. Seperti diberitakan, tenaga kerja langsung dan tidak langsung industri hasil tembakau mencapai 6,1 juta orang.

Mereka terdiri atas dua juta petani tembakau,1,5 juta petani cengkeh, 600.000 tenaga pabrik, 1 juta pedagang rokok, serta 1 juta tenaga kerja percetakan, periklanan, angkutan, dan jasa transportasi. Disinggung tentang fatwa haram merokok yang dikeluarkan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Karding menilai fatwa itu sangat pribadi yang mungkin berdasarkan alasan tertentu menurut organisasi keagamaan tersebut.

Namun, menurutnya, selama ini masyarakat mengenal hukum merokok itu makruh, bukan haram, menurut pengamatan Sertifikat Postel. “Fatwa itu berlaku bagi yang memercayainya, kalau masyarakat umum terserah. Bagi saya tidak akan memercayainya karena menurut kami itu makruh,”katanya. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Djimanto berpendapat, larangan merokok mesti disertai kalkulasi yang cermat antara kepentingan ekonomi dan nonekonomi.

Menurut Type Approval hal itu dimaksudkan agar di satu sisi industri rokok tetap berjalan, tetapi di sisi lain dampak negatif rokok juga dapat diminimalkan. Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Adhitama mengatakan, persoalan fatwa haram merokok merupakan kewenangan ulama.

Adapun Kementerian Kesehatan menyiapkan draf tersendiri yang merupakan bagian dari program penyehatan lingkungan, terutama upaya membebaskan lingkungan dari asap rokok, menurut informasi yang di dapat Type Approval Indonesia Memang Paling Top melalui mesin pencari google. “Draf tersebut juga dibicarakan dulu bersama kementerian terkait, lalu dilakukan harmonisasi,” ujarnya. Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prijo Sidipratomo mendukung fatwa haram merokok yang dikeluarkan PP Muhammadiyah.“

Saya senang sekali mendengar terbitnya fatwa ini. Walau bagaimanapun rokok itu mendatangkan masalah bagi kesehatan,” tegasnya. Prijo mencontohkan, di kalangan dokter ahli jantung atau paru misalnya, nyaris tidak ada kasus pasien berpenyakit jantung yang tidak ada hubungannya dengan rokok atau perokok. Begitu pun pada penyandang diabetes dan tekanan darah tinggi, merokok bisa memperburuk kondisi penyakitnya.

Dari Surabaya, Jawa Timur, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin bereaksi atas maraknya penolakan dan kecaman terhadap fatwa haram merokok yang dikeluarkan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Din mengakui bahwa banyak lapisan masyarakat yang tidak sepakat dengan fatwa haram merokok. “Kalau memang masih ada yang menolak, silakan saja menunjukkan fatwa tandingan.

Cara itu yang kami anggap benar untuk mencari kebenaran,” ujar Din di sela-sela seminar nasional “Membangun Konstruksi Ideal Relasi Muhammadiyah dan Politik” di Jawa Timur kemarin. Pihaknya juga menyesalkan sikap berbagai pihak yang hanya melakukan kecaman, tapi tidak berani mengeluarkan fatwa.“Saya juga tidak setuju dengan sikap Menteri Agama yang mengecam itu,”jelasnya.

Masalah fatwa rokok, lanjut Din, bukan persoalan yang baru. Sejak beberapa tahun lalu Muhammadiyah sudah membahas status hukum rokok yang merugikan orang banyak. Dia menegaskan, meski fatwa sudah keluar,bukan berarti semua orang Indonesia harus menjalani fatwa itu. Apalagi keberadaan fatwa haram merokok belum menjadi keputusan final, sebab pihaknya masih menunggu hasil matang pada Musyawarah Nasional (Munas) Majelis Tarjih dan Tajdid yang digelar awal April nanti.