Bekal Psikologis juga Penting
SELAMAini ujian nasional dianggap sebagai mimpi buruk.Tidak heran jika sebagian siswa menghadapinya dengan penuh rasa takut.Sejatinya,ujian nasional hanyalah sebuah evaluasi proses pembelajaran dan persiapan bisa dilakukan sejak dini, menurut Hosting Murah Indonesia Indositehost.com. Ujian nasional (UN) yang dilakukan pemerintah setiap tahun menjadi momok yang menakutkan bagi banyak siswa sekolah menengah.Namun, hal itu tidak berlaku bagi para siswa berprestasi. Bagi mereka UN adalah salah satu jenjang proses pendidikan.Di tengah ribuan siswa yang tidak lulus UN, banyak juga yang berhasil meraih nilai yang sempurna. Di Bali misalnya ada Ni Made Yuli Lestari dari SMPN 1 Gianyar dengan nilai rata-rata 9,95 dan Ni Kadek Indra Puspayanti dari SMPN 1 Abiansemal,Badung yang juga meraih nilai rata-rata 9,95. Sedangkan dari Jawa Tengah ada Fitrian Dwi Rahayu, siswi SMPN 1 Karanganyar,Kebumen yang memperoleh nilai rata-rata 9,95. Pujian pun datang kepada mereka.
Tidak hanya dari guru yang setiap hari membimbing mereka, tapi juga dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Untuk memberikan apresiasi kepada mereka, presiden langsung menghubungi via telepon. Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal yang ikut menemani presiden saat melakukan percakapan jarak jauh mengatakan, kunci sukses para siswa berprestasi hingga meraih nilai bagus saat UN sebenarnya persiapan yang matang. Para siswa juga tidak menjadikan UN sebagai sebuah hal yang menakutkan,tapi hanya salah satu proses pembelajaran. Karena itu, ketika menghadapi UN, mereka sangat percaya diri dan tidak stres. ”Mereka tidak melihat UN sebagai hal yang diperdebatkan,tapi hanyalah rutinitas dari pembelajaran yang harus ditutup dengan sebuah evaluasi.
Kalau di kelas harus ditutup dengan sebuah evaluasi kelas oleh guru, ada juga mid semester, semester atau akhir tahun oleh sekolah.Kalau UN adalah evaluasi yang memang soalnya dari nasional,” kata Fasli kepada Seputar Indonesia. Segala persiapan juga dilakukan para siswa yang mencapai nilai-nilai puncak pada UN.Di samping itu para siswa berprestasi juga lebih rileks ketika menghadapi UN. Ya, karena mereka menganggap UN bukanlah mimpi buruk. Mereka layaknya tengah menghadapi ujian yang biasa dilakukan di kelas setiap proses belajar.Mereka lebih riil, natural, dan alamiah dalam menghadapi UN.Karena itu, segala potensi terbaik dari siswa berprestasi ini keluar saat UN digelar. ”Saya melihat semua persiapan yang mereka lakukan. Karena itu, mereka jadi tenang ketika menghadapi UN dan prestasi puncak itu di dapat,”tambah Fasli.
Pengamat pendidikan Arief Rachman mengatakan,UN adalah sebuah proses evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui kapasitas intelektual peserta didik. Untuk mencapai nilai yang bagus dalam UN setidaknya ada beberapa hal yang bisa dijadikan modal. Pertama, potensi kemampuan intelektual siswa.Hal ini menyangkut daya analisis, hipotesis, dan komparatif. Dalam sejumlah hal, kemampuan seorang siswa akan berbeda dengan siswa lain. Semakin besar potensi kemampuan intelektualnya, semakin besar juga peluang mendapatkan nilai yang bagus. Kendati begitu, potensi saja tidak cukup. Perlu ada motivasi yang diberikan pihak sekolah dan keluarga agar siswa memiliki motivasi lebih saat menghadapi UN. Proses belajar juga merupakan modal yang tidak bisa diabaikan guna mencapai nilai tinggi dalam UN.Proses belajar yang baik dalam sekolah membuat siswa lebih siap menghadapi UN.
Karena sebenarnya menyelesaikan soal-soal dalam UN bisa dilakukan pada proses belajar reguler di sekolah. Kedua, persiapan siswa untuk menghadapi UN. Persiapan bisa dilakukan sejak lama. Persiapan juga harus dibarengi latihan soalsoal yang masuk dalam kisi-kisi UN. ”Seringkali keberhasilan dalam UN ditentukan dengan persiapan dan latihan khusus,” kata Arief. Terkait masalah persiapan siswa menghadapi UN, hal ini sebenarnya bisa dilakukan siswa ketika mulai menduduki kursi kelas tiga. Artinya, persiapan dilakukan sejak dini.Hal inilah yang dilakukan Fitrian. Setidaknya itulah yang diungkapkan Sukarni Mugi Rahayu, ibu Fitrian. Tidak ada persiapan khusus yang dilakukan Fitrian untuk menghadapi UN karena selama ini dia sudah terbiasa belajar. Kendati begitu, ketika mendekati UN, ada tambahan waktu belajar yang dilakukan Fitrian.
Sebagai seorang ibu, Sukarni hanya memotivasi dan berdoa. ”Tanpa disuruh pun dia sudah belajar setiap hari,”kata Sukarni. Keberhasilan Fitrian memperoleh nilai bagus,menurut Sukarni, juga didukung persiapan yang dilakukan sekolah. Beberapa kali Fitrian mengikuti try out UN yang diadakan sekolah. Fitrian juga rajin mengakses soal-soal dari internet. Karena itu, menjelang UN Fitrian tidak tiba-tiba menumpuk soal.”Tidak ada rasa kekhawatiran dari putri saya dalam menghadapi UN,”tambah Sukarni.
Persiapan Tambahan
Secara umum dalam menghadapi UN banyak cara yang bisa dilakukan sekolah untuk mempersiapkan para siswanya. Penambahan jam belajar misalnya, baik dengan cara memulai jam belajar lebih awal atau mengakhiri jam belajar lebih lama. Di samping itu, pihak sekolah juga bisa menambahkan pengayaan soal kepada siswa. Dari sisi waktu,ada juga pihak sekolah yang mengondisikan para siswa beberapa bulan sebelum UN atau memulai pada semester terakhir.Dengan berbagai pola pembelajaran, sekolah akan bisa melihat seberapa jauh pemahaman para murid atas kisi-kisi soal UN. Dengan begitu, sekolah dapat mengetahui pengayaan soal yang diperlukan untuk mencapai kompetensi siswa dalam UN.
Walaupun hanya sebagai salah satu proses pembelajaran, guru dan pengurus sekolah perlu mengondisikan semua siswa. Selama ini hambatan psikologis selalu menjadi penghalang bagi siswa. Karena itu, masalah ini perlu mendapatkan perhatian khusus.Mengingat UN sebagai satu-satunya syarat kelulusan, selain masalah kesiapan siswa menghadapi soalsoal UN, psikologi siswa juga perlu dipersiapkan. Apalagi, kata Fasli, banyak guru yang belum percaya diri dengan proses pembelajaran yang mereka lakukan. Padahal sebenarnya standar kompetensi dan kisi-kisi yang akan diujikan dalam UN sudah diajarkan sehari-hari di kelas. Di setiap semester dan tingkat kelas sudah ditentukan kisikisi UN.
”Sebenarnya kalau proses pembelajarannya baik dan semua jam pelajaran juga diisi secara baik oleh guru yang profesional,mungkin tidak perlu banyak pengayaan lagi. Apalagi harus melibatkan lembaga-lembaga bimbingan belajar (bimbel),”kata Fasli Banyaknya bimbel mencerminkan ada ketidakpercayaan dengan proses pembelajaran yang berjalan selama ini. Memang ada sejumlah faktor yang membuat menjamurnya bimbel. Pertama, faktor orang tua. Mereka ingin prestasi anaknya bagus, tidak hanya lulus UN, sehingga mendorong anaknya ikut bimbel. Kedua, faktor siswa yang terkadang tidak betah diajarkan oleh guru yang sama. Sementara guru bimbel kebanyakan mahasiswa yang perbedaan umurnya tidak jauh berbeda dengan para siswa. Hal ini membuat komunikasi bisa berlangsung lebih baik. Ketiga,faktor guru yang kurang percaya diri.
Tidak heran jika akhirnya si guru memilih jalan pintas dengan menyerahkan siswanya kepada lembaga bimbel. ”Bimbel itu bisa didatangkan ke dalam sekolah untuk menambah pengayaan atau dengan mengirim muridmuridnya datang ke tempat bimbel,” ujar Fasli. Selain faktor persiapan siswa menghadapi soal ujian nasional, faktor psikologis juga perlu ditekankan. Perlu diterapkan paradigma kepada siswa bahwa ujian nasional hanyalah sebuah proses pembelajaran, bukan mimpi buruk.