Industri Keuangan Syariah Perlu Sosialisasi
PERKEMBANGAN bank syariah yang pesat tidak diimbangi dengan pertumbuhan pangsa pasar.Saat ini pangsa pasar yang tergarap masih 2,7%.Padahal, jumlah penduduk Indonesia mayoritas muslim.
Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat akan hadirnya bank syariah yang sesuai dengan pedoman hidup mereka belum dipahami dengan baik. Padahal, seharusnya tidak ada alasan lagi tidak memilih bank syariah. Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Agustianto, dalam acara talk show iB Syariah dengan tema “Arah Kebijakan Strategis Perbankan Syariah” di Balai Kartini Jakarta belum lama ini. ”Seharusnya tidak ada alasan menolak bank syariah, khususnya bagi lembaga pemerintahan yang berbentuk Perguruan Tinggi Islam seperti UIN dan IAIN,karena keharaman bunga sudah jelas-jelas diharamkan oleh ijma’ para ulama maupun fatwa yang menguatkannya,” ujar Agustianto.
Faktanya saat ini,dana para pegawai pemerintahan, khususnya seperti UIN dan IAIN,masih ditempatkan di bank konvensional tanpa memberikan peluang kepada bank syariah. ”Saat ini dana para pegawai pemerintah, khususnya Kementerian Agama, masih ditempatkan di bank konvensional, belum memberikan peluang bagi bank syariah,”paparnya. Agustianto menjelaskan, Ikatan Ahli Ekonomi Syariah dalam waktu dekat akan mengirimkan surat resmi kepada Kementrian Agama terkait dengan menjadikan bank syariah sebagai salah satu alternatif penempatan dana mereka. ”Kami akan mengirimkan surat resmi kepada Kementerian Agama agar memberikan peluang alternatif penempatan dana di bank syariah,”katanya.
Sementara itu, anggota DPR dari Fraksi PKS Sahibul Imam Industri menjelaskan, perbankan syariah di Indonesia dinilai masih mengalami perlambatan pertumbuhan. Padahal, Indonesia dianggap sebagai salah satu negara berpopulasi muslim terbesar di dunia. “Praktik syariah di Indonesia masih lambat dibandingkan dengan negara berpenduduk muslim lainnya. Padahal, Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk muslim terbesar,”ungkapnya. Kendati demikian, dalam tiga tahun terakhir bank umum syariah di Indonesia sudah sedikit berkembang. Dari hanya tiga bank umum syariah pada tahun 2007 menjadi 10 bank umum syariah (BUS) pada tahun 2010.
Hingga akhir tahun nanti diperkirakan masih ada satu BUS lagi yang akan memperkuat bank syariah di Indonesia.Meski belum berkembang pesat, pencapaian yang sudah ada ini, menurut Sahibul, patut diapresiasi. Perkembangan bank syariah yang lambat tersebut karena belum ada payung hukum yang tepat sehingga bisnis bank syariah tumbuh lambat. “Biasanya industri syariah harus jalan dulu,baru payung hukumnya belakangan,” tambahnya.Untuk menjembatani hal tersebut,kalangan legislatif akan berupaya mencari solusi agar bisnis bank syariah di Indonesia bisa tumbuh relatif lebih cepat.
Karena itu, lanjut Sahibul, pihaknya meminta kepada kalangan bankir syariah untuk menerapkan objektifikasi dan memakai asas manfaat.Objektifikasi yang dimaksud adalah kalangan bankir syariah harus dapat menjelaskan secara objektif terkait produk-produk yang lebih baik dari bank konvensional. Sementara asas manfaat adalah bagaimana masyarakat bisa langsung menerima manfaat dari produk bank syariah ini.“Jika bankir syariah hanya dapat menjelaskan objektifikasi, tapi tanpa manfaat, calon nasabah pun akan menolak dan masih akan bergantung ke bank konvensional,”katanya. Deputi Direktur Perbankan Syariah BI Mulia Effendy Siregar mengatakan, Bank Indonesia (BI) mencatat aset bank syariah hingga semester I-2010 mencapai Rp75 triliun.