Kewenangan BNN Ditambah

Kewenangan Badan Narkotika Nasional (BNN) diperkuat dengan penerbitan Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dengan aturan baru ini, BNN kini menjadi lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) di bawah Presiden, menurut hasil informasi yang diterima Hosting Murah Indonesia Indositehost.com. Kewenangan ini semakin diperkuat oleh Peraturan Presiden (Perpres) No 23/2010 tentang Organisasi BNN. Sebagai LPNK, BNN bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Kepala BNN Komjen Pol Gories Mere menyatakan, selain itu,BNN juga diberikan kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan perkara.“Bahkan dalam Pasal 2 ayat 2 Perpres No 23 Tahun 2010 dijelaskan bahwa BNN melaksanakan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkotika,” tegas Gories di Jakarta kemarin. Termasuk, ujarnya, pemberantasan dan penyalahgunaan precursornarkotika dan zat adiktif lain kecuali minuman keras dan rokok.

Secara organisasi, BNN akan dipimpin seorang kepala dan dibantu sekretaris utama,inspektur utama, dan beberapa deputi sesuai bidangnya di antaranya deputi pemberantasan, rehabilitasi, hukum, kerja sama,dan inspektorat utama. Selain itu, struktur BNN juga akan didukung oleh 24 pejabat eselon IIA,49 eselon IIIA,dan 87 pejabat eselon IVA. Selain penguatan kewenangan, dengan UU baru ini, BNN juga akan memiliki perwakilan di tingkat provinsi dan kabupaten.“ Dengan fungsi koordinasi dan operasional secara vertikal dalam organisasi, BNN tingkat provinsi dan kabupaten atau kota pun akan dibentuk,”tandasnya.

BNN provinsi dan kabupaten/ kota ini, kata Gories, akan bersinergi dengan aparat terkait untuk membongkar jaringan peredaran narkoba.BNN di tingkat kabupaten/ kota bertugas menganalisis jaringan peredaran narkoba yang berkembang di daerah masing- masing.Sedangkan penindakan, ujarnya, tetap dilakukan oleh kepolisian pada tingkat resor atau polres. Gories mengatakan, penambahan kewenangan ini diperlukan untuk memerangi peredaran narkotika di Indonesia yang terus meningkat.“ Jika di Amerika Serikat, organisasi seperti BNN berfungsi layaknya FBI dan DEA.Ini diperlukan karena jaringan narkotika tidak ada habis-habisnya,”tegasnya. Deputi Pemberantasan BNN Tommy

Sagiman mengungkapkan, saat ini peredaran narkoba di Indonesia dikuasai oleh tiga jaringan besar yakni Afrika Barat yang dikuasai orang-orang Nigeria,China,dan Iran.Namun, menurut Tommy, tahun terakhir ini yang sering beraksi adalah sindikat narkoba asal Iran. Pada 2008 jaringan peredaran narkoba terkuat adalah dari Afrika Barat.“Banyak orang-orang di jaringan ini berasal dari Nigeria,” ungkapnya.Jaringan China,lanjut Tommy,juga banyak beraksi tahun itu. Di luar ketiga jaringan ini, masih ada beberapa jaringan lain.Namun, mayoritas tidak sekuat tiga jaringan tersebut.Mereka adalah jaringan Taiwan,Malaysia,dan China lokal.“Mereka ini saling bersinergi,” ungkap Tommy. Jaringan narkotika asal Iran, ujarnya,mulai terdeteksi beraksi sejak Juni 2009. Modus yang digunakan antara lain memasarkan narkoba dengan menggunakan kurir sehingga bila tertangkap, tidak terlacak ke tingkat pengedar.

Menurut Tommy, bisnis narkoba memang cukup menggiurkan. Dari hasil koordinasi BNN dengan Kepolisian Iran pada Februari 2010, harga narkoba jenis sabusabu di Iran mencapai Rp100 juta per kg.“Sedangkan untuk pasaran di Indonesia bisa mencapai Rp2 juta per gram sehingga jika memiliki 1 kg sabu-sabu,seharga Rp2 miliar,” ungkap Tommy. Besarnya keuntungan bisnis narkoba ini, ujarnya, menjadikan Indonesia menjadi salah satu incaran pengedar jaringan internasional. Karena itu,BNN akan menggencarkan razia di wilayah pintupintu masuk Indonesia, termasuk Jakarta.

Langkah ini dinilai cukup efektif. Dari beberapa pelaku jaringan peredaran internasional, mayoritas tertangkap saat akan memasuki Indonesia melalui pintu masuk pelabuhan dan bandara.