Langkah Pasti Berantas Korupsi
Kunjungan itu dilaksanakan secara berturut-turut pada 26 Oktober 2004 ke Kejaksaan Agung dan Polri, dilanjutkan sehari berikutnya, 27 Oktober 2004, kunjungan ke Kantor Ditjen Bea dan Cukai serta ke Ditjen Pajak, yaitu enam hari setelah pelantikan dan diangkat sumpahnya sebagai presiden. Kunjungan ini sesungguhnya bukan sebagai kunjungan biasa, melainkan kunjungan dengan misi amanah yang serius.
Yaitu amanah penegakan hukum, pemberantasan korupsi, penciptaan rasa aman, dan upaya menggali terobosan mewujudkan kehidupan masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan berkeadilan. Kenapa empat instansi itu yang menjadi prioritas kunjungan Presiden SBY dalam mengawali tugasnya saat itu? Presiden SBY mengungkapkan bahwa dalam penyerapan terhadap aspirasi masyarakat selama tujuh bulan efektif dalam kunjungannya ke berbagai daerah, sebelum diangkat sebagai presiden, SBY telah bertemu, berdialog, mendengarkan pikiran, kritik, dan harapan berbagai kelompok masyarakat.
Kesimpulannya, ada tiga permasalahan urgen yang menjadi sumber kerisauan dan sekaligus dambaan masyarakat untuk secara serius ditangani pemerintah yaitu tegaknya hukum, dihapusnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, serta terciptanya rasa aman dalam kehidupan masyarakat. Tiga hal tersebut merupakan faktor penting bagi terwujudnya kehidupan yang sejahtera dan adil dalam masyarakat.
Empat lembaga yang dikunjungi Presiden SBY itu mempunyai peranan penting dalam mewujudkan harapan dan tuntutan masyarakat tersebut. Itulah kiranya latar belakang kenapa Presiden SBY mengambil kesempatan pertama menyambangi empat instansi dalam mengawali tugasnya sebagai presiden dalam Kabinet Indonesia Bersatu I enam tahun lalu.
Tiga substansi permasalahan yang mendasari langkah Presiden di atas memang menjadi beban dan amanah yang harus diselesaikan oleh siapa pun yang menjadi presiden negeri ini.Dalam beberapa kurun waktu, kita memang masih prihatin dengan masih banyaknya hasil penelitian dan pemberitaan luar negeri yang memosisikan negeri kita ini sebagai negara yang cukup tinggi tingkat korupsinya.
Negeri kita ini dikategorikan dalam the most corrupt nation. Sebagai eksesnya, ekonomi menjadiberbiaya tinggi, prosesperizinan bagi dunia usaha dikenal tidak mudah dan tidak murah. Penanam modal, baik dari dalam maupun luar negeri, bahkan sering mengeluhkan panjangnya proses untuk mendapatkan izin, berbelitnya proses untuk memulai usaha di Indonesia dibandingkan dengan negara lain yang dikenal lebih mudah dan lebih simpel.
Akibatnya,cost of production menjadi tinggi, harga jual menjadi tinggi, dan rakyat sebagai konsumen harus memikul akibatnya. Karena itu, tidak banyak investor yang mau datang, bahkan yang sudah datang pun banyak yang pergi. Investasi tidak bisa tumbuh dengan baik. Akibat itu, meskipun kaya potensi, negeri ini sering kalah bersaing dengan negara-negara lain. Semua itu berpangkal dari kebiasaan inefficiency, corruption, dan corrupt practice.
Ditambah lagi dengan masih adanya tindak kriminal ataupun pungli di jalanan yang mengganggu. Di dalam negeri, kepercayaan diri, trust, meluntur, legitimasi hilang, muncul sikap curiga dan mispersepsi, yang akibatnya banyak yang bertindak dengan cara-caranya sendiri dengan mengabaikan hukum dan perundang-undangan yang berlaku sehingga timbul suasana law disobedience dan lain-lain.
Kesemuanya itu, di satu sisi jelas mencederai martabat dan kehormatan bangsa, di sisi lain jelas menghambat pertumbuhan ekonomi. Itulah kondisi menonjol waktu itu yang harus dipikul pemimpin dan juga seluruh komponen bangsa ini. Presiden punya kewajiban dan terpanggil untuk membangun kembali martabat bangsa ini dengan membenahi struktur dan memberdayakan potensi yang ada.
Sesungguhnya sudah dari enam tahun lalu Presiden SBY menancapkan pohon besar pemberantasan korupsi, penegakan hukum, dan jalan menuju kehidupan masa depan yang berkeadilan. Pohon besar itu adalah tekad, komitmen, dan kebijakannya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah tersebut. Pohon besar kebijakan Presiden sudah sangat jelas.
Bagaimana pohon ini bisa tumbuh besar dan berbuah lebat? Di sinilah peran aparatur kementerian dan lembaga pemerintah terkait serta semua pihak dan masyarakat pada umumnya ditantang dan diuji. Dalam kunjungannya ke beberapa instansi tersebut Presiden telah berusaha membangkitkan semangat, mengajak, dan merangkul mereka untuk maju.
Tetapi sekaligus menegaskan ancaman bagi yang tidak mampu mengembannya. Presiden mengatakan, Saya akan bersama Saudara tanpa harus melakukan campur tangan apa pun karena hubungan semacam ini sangat penting untuk membangun dan memelihara mutual trust. Saya mempercayai Saudara semuanya. Saudara harus mempercayai saya. Kita bikin kontrak baru, kontrak tanggung jawab, the contract of accountability, yang keluar dari kontrak tentu harus mendapat sangsi, mahal kontrak itu.
Begitulah antara lain yang ditegaskan Presiden kepada pimpinan dan anggota lembaga-lembaga tersebut enam tahun lalu. Dan pesan ini terus menerus digemakan dalam setiap kesempatan. Dari cuplikan pernyataan Presiden tersebut ada prinsip mendasar yang seharusnya dipahami bagi siapa pun terutama yang menjadi pengawal tegaknya keadilan, dihapusnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta terciptamya rasa aman. Pertama, dalam tekadnya memberantas korupsi dan mafia hukum lainnya, Presiden akan maju bersama mereka.
Dalam prinsip dan filosofi kepemimpinan menurut Type Approval Indonesia, maju bersama ini bisa dimaknai bahwa dalam kapasitasnya sebagai Presiden akan senantiasa ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani. Presiden akan di depan memandu, di tengah, menyemangati, membangun kebersamaan, dan senantiasa mendorong tekad berkarya yang terbaik. Presiden telah menunjukkan komitmennya dengan tidak melakukan intervensi ketika proses hukum bersentuhan dengan orang dekatnya sekalipun. Dengan cara ini diharapkan terbangun mutual trust.
Untuk tugas seberat ini memang sangat diperlukan rasa saling menghormati dan mempercayai. Saling percaya dan dapat dipercaya. Betapa sangat melelahkan jika Presidennya jelas mau ke utara, aparaturnya masih berpikir ngelantur ke selatan, ke barat,atau ke timur. Kedua, karena semangat yang dibangun adalah mutual trust, Presiden tidak akan campur tangan atau intervensi atas pelaksanaan tugas masing-masing instansi. Masing-masing fungsi bertanggung jawab membangun kualitas kinerjanya secara bertanggung jawab.
Dalam beberapa kesempatan, Presiden selalu menegaskan agar semua pihak berpegang teguh dengan prinsip rule of law dalam mengatasi dan menyelesaikan masalah. Ini juga mengandung arti pentingnya tegaknya kepemimpinan dan soliditas instansi penegak hukum dan instansi terkait lainnya untuk optimalisasi peran tiap-tiap instansi dalam mengemban tugasnya. Intervensi yang harus jalan adalah intervensi tegaknya hukum. Ini perlu komitmen dan konsistensi.
Karena itu tidak sepatutnya jika setiap muncul persoalan lantas Presiden didorongdorong untuk intervensi dalam penyelesaiannya secara tidak proporsional. Jika toh intervensi adalah tegaknya rule of law, bukan intervensi hukumnya. Ketiga, terkait poin pertama dan kedua tersebut, perlu ada contract of accountability, yaitu kontrak tanggung jawab yang berkonsekuensi adanya sangsi yang melanggarnya seperti yang ditegaskan SBY. Bagaimana masingmasing menetapi kontrak kerja dan sumpah jabatan yang telah dijanjikannya. Ini merupakan bagian penting, yang saat ini tampak masih perlu mendapat perhatian serius.
Meskipun dalam beberapa kurun waktu terakhir penegakan hukum mengalami kemajuan dengan terbongkarnya berbagai kasus tindak pidana korupsi dan berhasil menyeret pelakunya baik di kalangan eksekutif, legislatif, maupun masyarakat umum, masih jauh dari harapan. Presiden SBY selalu menyampaikan apresiasi atas kemajuan yang ada, tetapi SBY juga selalu menyatakan keprihatinan dan rasa belum puasnya.
Masih banyak pengaduan, baik dalam bentuk surat maupun SMS yang sampai ke meja Presiden melalui PO BOX & SMS 9949. Dari sekian banyak surat dan SMS pengaduan, persoalan mafia hukum yang muaranya tindak pidana korupsi, merupakan persoalan yang memerlukan perhatian. Indikasi itu cukup nyata. Dalam kerisauannya tersebut, Presiden memandang perlu langkah-langkah terobosan dalam membongkar mafia hukum.
Untuk itu, melalui Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009, tanggal 30 Desember 2009 dibentuklah Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Terbongkarnya beberapa kasus mafia hukum akhir-akhir ini mudah-mudahan memperkuat kepastian jalan terbongkarnya kasus-kasus mafia hukum di berbagai bidang kehidupan lainnya. Semoga pula membuka cermin betapa mahal dan mulianya nilai ketaatan kepada hukum.
Semoga demikian. Untuk mengakhiri tulisan ini dan dengan mencermati fenomena yang berkembang akhir-akhir ini, patutlah kita simak kembali pesan moral yang cukup populer yang disampaikan Raja Jayabaya (1135- 1157) dalam Jangka Jayabaya: Sak beja-bejane sing lali, isih beja kang eling lan waspada. Seuntunguntungnya yang lupa diri masih tetap untung yang senantiasa ingat dan waspada.