Negara Berkembang Pimpin Pemulihan
Sehingga banyak teori menyatakan, negara-negara di Asia Timur akan mengalihkan perdagangannya pasar domestik guna menutupi pasar ekspor yang anjlok. Ekonom Bank Dunia Ivailo Izvorski menyatakan, ada perbedaan signifikan selama perjalanan waktu satu setengah tahun di Asia Timur. Yakni, negara-negara di Asia Timur mampu pulih dari krisis ekonomi dan finansial dengan output angka ekspor dan ketenaga kerjaan berada di level sama seperti sebelum krisis.
Kemampuan untuk memimpin ekonomi global, dengan angka produk domestik bruto (PDB) riil yang dipatok 8,7% pada 2010. Angka tersebut meningkat dibanding tahun 2009 sebesar 7%. Proyeksi pertumbuhan pada 2010 hampir memiliki 1% lebih tinggi dibanding prediksi kami pada enam bulan lalu dan lebih tinggi dibanding 8,5% yang tercatat pada 2008, ujar Izvorski yang juga merupakan Ketua Tim Ekonom untuk laporan East Asia & Pacific Economic Update terbaru yang dipublikasi (07/04).
Menurut Izvorski, hal pertama dan paling penting adalah pemulihan ekonomi sangat dipengaruhi China. Otoritas Pemerintah China sudah langsung mengimplementasi kebijakan stimulus fiskal dan moneter sejak kuartal terakhir 2008 hingga awal 2010. Kebijakan ini mulai diperkenalkan sejak terjadinya krisis ekonomi di Asia pada 1997–1998.
Kebijakan paket stimulus tersebut ternyata sangat membantu guna merealisasikan nilai investasi hampir mencapai 6% dari PDB 2009, dengan perhitungan bagian terbesar pada pertumbuhan PDB riil mencapai 8,7%. Gelombang investasi, justru mendorong pertumbuhan kinerja impor secara signifikan untuk konsumsi domestik, khususnya di wilayah Asia Timur. Fenomena ini sangat nampak pada paruh pertama 2009 ketika angka permintaan impor menurun drastis dari negara maju.
Alasan kedua adalah negaranegara lain di Asia Timur juga mengimplementasi kebijakan paket stimulus fiskal secara berjangka, beberapa di antaranya memberlakukan kemudahan sistem moneter yang cepat dan efektif. Bahkan, beberapa negara dengan pendapatan rendah seperti Laos dan Kamboja menyuntikkan stimulus fiskal hingga 3% dari total PDB pada 2009 sehingga membantu mengurangi dampak krisis ekonomi.
Alasan ketiga menurut Type Approval Indonesia adalah negaranegara di Asia Timur memasuki masa krisis ekonomi dalam keadaan fundamental ekonomi sedang sehat. Dengan belajar dari krisis ekonomi pada 1997–1998, negaranegara Asia Timur mampu mengurangi utang pemerintah dan defisit fiskal, memotong utang luar negeri dan memastikan didorongnya keseimbangan posisi nilai pembayaran, meningkatkan simpanan devisa, dan mengawasi perbaikan finansial secara berkelanjutan.
Kawasan yang memiliki kinerja perbankan dengan kapitalisasi sehat ini, secara substansial membantu membatasi imbas dari resesi global dan mampu melewati krisis. Secara menakjubkan hal ini terjadi di hampir semua negara di kawasan. Alasan keempat adalah merupakan faktor yang paling umum ditemui yakni bangkitnya negaranegara maju dari keterpurukan akibat dampak krisis global.
Negara- negara maju pun akhirnya ikut bergabung dalam pemulihan ekonomi pada kuartal III-2009, dan berkontribusi pada kinerja ekspor di kawasan selain China. Terakhir adalah pentingnya pengiriman uang (remitensi). Meski beberapa kawasan lain mendapat kondisi kontras sejak awal 2009 karena mengalami kontraksi yang dalam, remitensi di Asia Timur justru semakin tumbuh selama masa krisis.
Di Filipina misalnya, remitensi tumbuh 6% dalam bentuk mata uang dolar pada 2009, padahal prediksi sebelumnya dikhawatirkan terjadi penurunan antara 10–20%. Tentu kenyataan tersebut sangat jauh lebih baik dari yang diperkirakan sebelumnya sehingga membuat banyak negara lain tergantung dari remitensi, khususnya bagi kawasan lain seperti di Kepulauan Pasifik. Meski demikian, ada beberapa catatan bagi negara-negara di kawasan Asia Timur.
Menurut Bank Dunia, dengan keadaan yang mulai normal, otoritas moneter di kawasan telah memulai menghentikan atau mengalihkan kebijakankebijakan antisipasi krisis. Bisa jadi ini terlalu dini untuk menarik kembali kebijakan stimulus fiskal di banyak negara.Seperti catatan investasi swasta yang belum menjadi pendorong pertumbuhan dan beberapa negara miskin masih merasakan dampak krisis.
Di sisi lain, kondisi fiskal terbatas dan stimulus tidak akan mampu mendorong permintaan domestik secara berkelanjutan dalam jangka waktu lama. Transisi dari pertumbuhan dengan stimulus menuju berbasis sektor swasta dalam jangka pendek adalah yang utama. Agar sektor swasta kembali menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi, Bank Dunia mensyaratkan negara-negara untuk kembali pada agenda reformasi jangka menengah dan mengimplementasikannya dengan penuh kerja keras.