Obama Bertemu Dalai Lama

Mengabaikan kemarahan China, Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama kemarin waktu setempat bertemu pemimpin spiritual Tibet di pengasingan, Dalai Lama.

Dalai Lama dan Obama bertemu di ruang Peta Gedung Putih yang tidak bisa diakses jurnalis. Atas pertemuan tersebut, China mengancam bahwa hubungan dengan kekuatan Pasifik akan memburuk. Dalai Lama yang melarikan diri ke India pada 1959, mendarat di Washington pada Rabu (10/2) waktu setempat. Dia langsung bergabung dalam acara yang diselenggarakan para warga Tibet di pengungsian untuk merayakan tahun baru mereka, Losar.

Biksu Budha yang berusia 74 tahun itu menundukkan kepala kepada semua warga Tibet yang meminta doa, mencicipi teh dan susu yang disajikan anak-anak untuknya. Menurut Lodi Gyari, pemimpin negosiator Tibet dengan China, Dalai Lama berharap akan berbicara dengan Obama mengenai isu global dan situasi terakhir di Tibet ketika China mengirimkan pasukan pada 1950.

“Yang Mulia akan meminta presiden untuk membantu menemukan solusi dalam pemecahan isu Tibet yang saling menguntungkan antara rakyat Tibet dan China,”papar Gyari. Beijing memantang semua pertemuan dengan Dalai Lama, dan meminta AS untuk membatalkan pertemuan yang merupakan “keputusan salah” agar menghindari kerusakan hubungan China dan AS.

Pemerintahan Obama menolak seruan tersebut. Bahkan, Menteri Luar Negeri Hillary Clinton pun bertemu dengan Dalai Lama pada Kamis waktu setempat. “Dalai Lama adalah peraih Nobel perdamaian, tokoh agama berskala internasional, dan pemimpin budaya. Menteri Luar Negeri akan bertemu dengannya,” ujar Juru Bicara Hillary, Mark Toner. Toner memahami bahwa China kecewa dengan perjalanan Dalai Lama ke AS.

Namun, Dia menegaskan bahwa Washington akan menjalankan hubungan kerja sama dengan kekuatan Asia. “Hal itu adalah hubungan yang kompleks,” tutur Toner. “Ada beberapa kesepakatan di mana kami sepakati, ada hal yang tidak kami sepakati. Kami akan melanjutkan hubungan tersebut dengan penuh semangat,”paparnya. Dalai Lama sendiri berulang kali menyatakan bahwa dirinya menerima kepemimpinan China di wilayah Tibet. Namun, China menyatakan Dalai Lama memprovokasi separatisme.

Pada Januari, China menggelar perundingan dengan utusan Dalai Lama, termasuk Gyari, pertemuan kedua belah pihak sejak November 2008. Juru bicara Gedung Putih, Robert Gibbs, pekan lalu membela keputusan untuk menerima Dalai Lama dengan mengatakan “dia pemimpin agama yang dihormati dunia internasional”. Gibbs mengatakan, hubungan China-AS cukup dewasa untuk sebuah perbedaan pendapat guna mencari kesamaan dalam masalah-masalah internasional.

Banyak pengamat berpendapat bahwa China membiarkan permainan para warga Tibet di pengasingan hingga Dalai Lama meninggal. Setelah ketiadaan pemimpin spiritual tersebut, gerakan Tibet akan layu. Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya China marah karena dukungan AS kepada Dalai Lama. Dalai Lama memang kerap berkunjung ke AS dan duduk bersama dengan para pemimpin AS sejak George H hingga W Bush pada 1991.

Beijing marah besar tahun 2007 ketika Presiden George W Bush menerima Dalai Lama di Gedung Putih dan menghadiri upacara penyerahan pemberian Medali Emas Kongres. Medali ini merupakan penghargaan tertinggi dari pemerintah Amerika bagi orang sipil. Ketika Dalai Lama berkunjung ke AS pada tahun lalu, Obama menuai kritikan tajam di dalam negeri karena tidak bertemu pemimpin gerakan Tibet itu.

Namun, Obama pada tahun ini mulai membuat kebijakan yang menentang Beijing, di antaranya penjualan senjata senilai USD6,4 miliar kepada Taiwan. Sementara Leonard Leo, pemimpin Komisi AS untuk Kebebasan Beragama Internasional, badan penasihat pemerintah, mengatakan dia berharap pertemuan Obama dengan Dalai Lama itu “bukan pengecekan kotak politik.

”Obama seharusnya mencari nasihat bagaimana berpikir kreatif dalam penyelesaian isu Tibet. “Keberatan Beijing terhadap pertemuan Obama dan Dalai Lama seharusnya tidak menghalangi pemerintah untuk mencoba menjembatani rencana China untuk meningkat kan standar hidup rakyat Tibet. Rakyat Tibet juga harus menuntut kebebasan beragama dan perlindungan budaya dan bahasa mereka, menurut Kanghari dan mungkin kalau menurut yang lain berbeda.