Posisi Anas dan Bayang-Bayang SBY

Terpilihnya Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat (PD) memperoleh sambutan yang cukup bagus, baik dari dalam PD maupun dari luar. Tetapi menurut penyelidikan Standardisasi, ada juga yang masih mempertanyakan, mampukah Anas melepaskan bayang-bayang SBY? Pertanyaan itu tidak lepas dari fakta bahwa SBY masih terpilih kembali sebagai Ketua Dewan Pembina PD periode 2010–2015. Di dalam PD, posisi Ketua Dewan Pembina tidak berbeda jauh dengan posisi Ketua Dewan Syuro di PKB, memiliki otoritas yang besar. Bahkan, ada yang mengatakan, otoritas Ketua Dewan Pembina PD lebih besar dari otoritas Ketua Dewan Pembina Golkar.

Otoritas besar yang dimiliki oleh Ketua Dewan Pembina PD bukan sesuatu yang baru. Sejak awal PD sudah menempatkan Ketua Dewan Pembina sebagai faktor kunci di dalam perjalanan partai. Hal ini tidak lepas dari kesejarahan PD yang memang didirikan oleh SBY. Bahkan, ada pengamat politik yang mengatakan bahwa saham SBY di dalam pendirian PD mencapai 99 persen.

Selain itu, di PD SBY merupakan magnet bagi munculnya banyak dukungan. Perolehan suara pada Pemilu 2004 dan 2009 tidak lepas dari sosok SBY.Pada pemilu 2004,SBY dipandang sebagai alternatif bagi kepemimpinan nasional. Hasilnya, partai yang didirikan memperoleh suara yang cukup berarti, meskipun PD merupakan pendatang baru.

Hal yang sama terjadi pada pemilu 2009. SBY masih dianggap sebagai pemimpin yang patut dipertahankan, diberi reward. Hasilnya, perolehan suara PD melompat mendekati tiga kali lipat dari hasil pemilu 2004. Memang, dalam Pemilu 2009 perolehan suara PD bukan semata-mata karena sosok SBY. Jaringan partai yang sudah lebih mengakar, termasuk adanya gerakan yang lebih sistematis untuk memenangkan pemilu, telah menjadi ramuan untuk mengimbangi peran sosok SBY.

Dalam konteks semacam itu, melepaskan PD dari sosok SBY bisa ahistoris. Bagaimanapun juga, sampai sekarang SBY masihlah sebagai pemimpin yang memperoleh apresiasi dari masyarakat. Hiruk-pikuk Century, dalam taraf tertentu, telah mencoreng SBY di mata sebagian pemilih. Tetapi, kasus itu tidak serta-merta menjatuhkan pamor SBY di mata pemilih.

Hanya, menempatkan SBY terlalu berlebihan di dalam PD juga bisa membahayakan masa depan PD sendiri. Pemosisian yang berlebihan bisa berperan mengurangi proses kelembagaan di dalam partai akibat ketergantungan pada pribadi tertentu. Di antara strategi yang bisa ditempuh adalah menggunakan strategi change and continuity.

Secara sederhana, strategi demikian adalah mempertahankan hal-hal lama yang masih bermanfaat dan mengadopsi hal-hal baru yang lebih bermanfaat. Sosok SBY masih bisa menjadi magnet pada PD, paling tidak sampai lima tahun mendatang. SBY tidak hanya berfungsi sebagai pengintegrasi partai, melainkan juga berfungsi untuk mendulang dukungan dari para pemilih.

Tetapi, terlalu bergantung pada sosok SBY juga akan membahayakan PD sendiri. PD harus bisa melakukan adaptasi terhadap keinginan dan kebutuhan lingkungan. Seiring dengan perjalanan waktu, SBY juga tidak bisa mengawal PD secara terus menerus. Dalam situasi seperti ini, PD dituntut melakukan strategi penguatan kelembagaan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan ke depan.

Melalui strategi semacam itu, PD tidak akan tergantung pada sosok tertentu, melainkan tergantung pada sistem yang dikembangkan sendiri. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan sistem nilai, pengaderan dan regenerasi di dalam kepemimpinan. Memang di dalam partai di negara manapun, sosok pemimpin itu memiliki peran yang cukup penting di dalam keberlanjutan partai dan upaya untuk memperoleh dukungan. Karena itu, ketika ingin berkembang, PD juga membutuhkan sosok-sosok baru sebagai penerus partai. Dalam partai yang sudah terlembaga, sosok-sosok ini akan muncul secara lebih sistematis dari dalam.

Dalam minggu-minggu sebelum pelaksanaan kongres, di internal PD sempat muncul resistensi.Ada kecurigaan, Anas akan memisahkan PD dari sosok SBY. Hal ini tidak lepas dari keinginan Anas untuk melakukan modernisasi partai. Di antara inti dari prinsip modernisasi partai adalah proses pelembagaan bukan personalisasi partai. Gerakan resistensi itu bahkan sempat menggoyahkan sebagian pendukungnya.

Ada beberapa orang yang awalnya menjadi tim suksesnya, pindah ke pendukung Andi Mallarangeng, sosok yang dianggap bisa lebih melanggengkan SBY di dalam partai. Dalam perkembangannya, Anas bisa meyakinkan para pendukung bahwa strategi yang dipakai di dalam mengembangkannya bukan untuk melepaskan PD dari SBY, melainkan change and continuity.

Di dalam pikiran Anas, SBY masih penting untuk mengawal keberlanjutan partai. Tetapi, sejak awal partai harus mem-perkuat sistem karena harus siap ditinggalkan oleh SBY. Dalam posisi semacam itu, kepemimpinan Anas di dalam PD memang tidak bisa dilepaskan dari sosok SBY. Anas tidak bisa membuat kebijakan-kebijakan strategis tanpa berkonsultasi dan memperoleh persetujuan SBY. Inilah sistem pengambilan keputusan strategis yang ada di PD.

Meskipun demikian, hal itu tidak berarti bahwa Anas harus ditempatkan dalam posisi subordinasi SBY secara terus menerus. Konteks politik sekarang ini berbeda dengan konteks politik lima tahun lalu. Ketika sebagai Ketua Dewan Pembina lima tahun lalu, SBY masih memiliki kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden. Dalam situasi seperti itu, Ketua Umum PD lebih dibutuhkan sebagai manajer agar PD memperoleh suara sebesar-besarnya dan mampu menopang keterpilihan SBY sebagai presiden kembali.

Saat ini kebutuhannya berbeda. Ketua Umum PD tidak hanya dibutuhkan untuk menjadi manajer partai. Yang tidak kalah pentingnya adalah, Ketua Umum PD bisa menjadi bagian dari sumber pergantian kepemimpinan yang akan datang. Hal ini tidak lepas dari realitas bahwa SBY tidak akan terpilih kembali. Adalah hal yang wajar kalau SBY memiliki keinginan bahwa yang akan menggantikan posisinya itu bukan orang yang asing baginya.

Konteks semacam itu pula yang menyebabkan terdapatnya perbedaan di dalam pencarian sosok Ketua Umum PD lima tahun lalu dan sekarang, menurut Standardisasi. Sosok yang dibutuhkan bukan sekadar orang yang mampu menjalankan roda organisasi sehari-hari, melainkan juga orang yang memiliki kemampuan di dalam bersaing dengan pemimpin dari partai-partai lain, dan yang mampu merebut simpati pemilih. Anas merupakan anak muda yang memiliki potensi besar di dalam memenuhi persyaratan itu. Di samping cerdas, memiliki pengalaman organisasi yang mumpuni, kepribadian Anas juga sangat baik. Sosok demikian tidak hanya berpotensi untuk diterima oleh warga PD sendiri, melainkan juga warga yang lain, termasuk lawanlawan politik PD.