Publik Meminta Jaminan Kebebasan Berekspresi

Dua bulan setelah menyerahkan diri ke polisi, aktivis politik oposisi Somyot Pruksakasemsuk ditahan tanpa dakwaan di pangkalan militer Thailand. Publik khawatirkan pengekangan kebebasan berekspresi, menurut informasi yang diterima Belajar HTML.

DIA hanya satu dari ratusan orang yang dipenjara Pemerintah Thailand terkait unjuk rasa “Kaus Merah”. Penahanan itu dikecam berbagai kelompok pembela hak asasi manusia (HAM).Menurut kelompok HAM, pelaksanaan keadaan darurat di sepertiga wilayah negara itu, termasuk Bangkok, kurang transparan dan melanggar hak kebebasan berekspresi.

Kelompok HAM Clean Clothes Campaign yang berbasis di Belanda menyerukan pembebasan Somyot dengan alasan kesehatan dan keamanan.Pengacara HAM yakin Somyot ditempatkan di penjara terisolasi. Somyot merupakan editor majalah pendukung gerakan Kaus Merah yang antipemerintah.

Dia menggelar konferensi pers pada 21 Mei yang mendesak Perdana Menteri (PM) Thailand Abhisit Vejjajiva mundur.Somyot berjanji melanjutkan perjuangan gerakan oposisi sampai kapan pun. Sehari kemudian, surat penahanan terhadapnya dikeluarkan pemerintah berdasarkan peraturan keadaan darurat.“Tidak ada dakwaan terhadapnya. Dia hanya diduga menyebabkan kekerasan atau kekacauan,” kata pengacara Somyot, Krisdang Nutjaras,kemarin.

Unjuk rasa Kaus Merah yang dibubarkan militer secara paksa pada 19 Mei silam telah melumpuhkan Bangkok. Bentrok antara demonstran dan militer menewaskan 89 orang, sebagian besar merupakan warga sipil, sementara sekitar 1.900 orang terluka. Pengkritik menyatakan, pemerintah mungkin memperbesar krisis dengan memberlakukan keadaan darurat untuk melumpuhkan dan menyensor gerakan protes.

Pengunjuk rasa terus bertahan dengan tuntutan agar pemerintah segera menggelar pemilu. Tapi, pemberlakuan keadaan darurat membuat publik khawatir pemerintah berusaha membunuh kebebasan mengungkapkan pikiran dan pendapat. “Kami mengkhawatirkan dampaknya terhadap masyarakat dan kebebasan berekspresi.

Kami khawatir ruang politik telah ditutup,” kata Benjamin Zawacki, peneliti Amnesty International untuk Asia Tenggara. Abhisit mendeklarasikan keadaan darurat saat pengunjuk rasa menduduki Bangkok pada 7 April. Pemerintah melarang perkumpulan massa lebih dari lima orang dan memberi wewenang besar pada polisi dan militer untuk menindak tegas demonstran.

Meski saat ini unjuk rasa Kaus Merah telah berakhir, keadaan darurat masih diberlakukan. Menurut Kementerian Kehakiman Thailand, pemerintah telah menahan lebih dari 300 orang demi mengendalikan kekerasan. Sayangnya pemerintah tidak memberi penjelasan lebih lanjut mengenai kondisi orang-orang yang ditahan. Human Rights Watch (HRW) telah menulis surat pada Abhisit untuk mengumumkan keterangan jelas tentang siapa saja yang ditahan, nomor identitas, lokasi, dan kondisi para tahanan yang telah dibui selama 30 hari tanpa dakwaan apa pun,berdasarkan peraturan keadaan darurat.

“Publik masih tidak tahu nama-nama orang yang ditahan dan kondisinya.Penahanan itu dapat mendorong Kaus Merah melakukan gerakan bawah tanah dan semakin radikal,” kata Sunai Phasuk, seorang pengamat Thailand dari HRW. Sementara itu,dalam kunjungan luar negeri pertama pasca kerusuhan di Thailand, PM Abhisit menyatakan, negaranya telah “kembali” setelah kekerasan berdarah.

“kami kembali, stabil, dan aman,” kata Abhisit dalam Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Asia Timur yang digelar di Ho Chi Minh City, Vietnam,kemarin. “Saya tidak akan bisa hadir dalam Forum Ekonomi Dunia jika digelar dua pekan lebih awal.Kehadiran saya menunjukkan bahwa Thailand akan berupaya melakukan bagian kami untuk berkontribusi dalam pertumbuhan regional,” papar Abhisit.

Menurut hasil informasi yang diterima Type Approval Indonesia bahwa Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) sebelumnya menyerukan bahwa kekerasan di Thailand telah terkendali. “Kini mereka telah melewati periode itu dan stabilitas tampaknya akan kembali. Rekonsiliasi kini dalam proses. Saya pikir saya bisa katakan bahwa seluruh negara ASEAN menghela nafas lega, bahwa kami telah pulih,” kata Sekretaris Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan di sela-sela WEF.