Sanksi Nikah Siri Perlu Kehati-hatian

Pemberian sanksi bagi pelaku pernikahan siri perlu kehati-hatian. Jangan sampai pengaturan sanksi nikah siri di dalam undang-undang perkawinan menimbulkan gejolak karena tingkat sensitivitas isu ini.

“Yang terpenting adalah bagaimana yang terbaik bagi perlindungan anak, jangan sampai menimbulkan gejolak karena ini masalah sensitif,” kata Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi di Jakarta kemarin Dia menambahkan, ada kaitan antara pernikahan siri dengan permasalahan anak-anak, yakni adanya anak remaja yang dinikahi secara siri.

Selain itu, ada juga anak-anak yangdilahirkandariperkawinansiri. Dengan adanya undang-undang tersebut, lanjut dia, hak anak remaja yang dinikahi siri serta anakanak hasil pernikahan siri bisa dilindungi.“ Jangan sampai menimbulkan efek yang nantinya merugikan anak. Pemerintah harus hati-hati karena permasalahan ini sangat kompleks,”katanya.

Hal senada juga disampaikan kanghari, maaf salah nulis maksudnya disampaikan Wakil Ketua Komisi Nasional Perempuan Ninik Rahayu. Menurut dia,bagi pria yang punya uang,berpendidikan, memiliki akses informasi yang bagus di balik pernikahan sirinya,wajar jika dikenai sanksi. Namun bagi perempuan miskin yang tidak punya biaya untuk mendaftarkan pernikahannya atau tidak punya akses informasi, tidak adil jika harus mendapat sanksi.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar mengatakan, suatu pernikahan harus tercatat agar perempuan dan anak mendapatkan perlindungan dari segi masa depan dan kepastian hukum bagi mereka.

“Kalau ditinjau dari sisi perlindungan perempuan dan anak sebaiknya semuanya harus tercatat,”ujarnya. Undang-undang Sistem Administrasi Kependudukan (Sisminduk), lanjut Linda, juga mengamanatkan empat hal yang harus tercatat, yakni kelahiran, kematian, perceraian,dan pernikahan.

“Pemahaman ini harus disosialisasikan. Sosialisasi penting dilakukan pada keluarga, khususnya perempuan, agar berhati-hati dalam membuat keputusan,”tandasnya. Seperti diberitakan,draf RUU Perkawinan yang telah masuk Program Legislasi Nasional tahun 2010 memuat ketentuan pidana terkait perkawinan siri, perkawinan mutah, perkawinan kedua, ketiga, dan keempat.

RUU itu juga mengatur perceraian yang dilakukan di luar pengadilan, perzinaan, penolakan untuk bertanggung jawab, serta perihal menikahkan atau menjadi wali nikah yang dilakukan orang yang tidak berhak. Ketentuan tersebut dapat diancam dengan hukuman penjara berkisar enam bulan hingga tiga tahun.

Baru Wacana

Menteri Agama Suryadharma Ali menegaskan, rancangan undang-undang (RUU) tentang nikah siri sampai saat ini masih sebatas wacana. RUU tersebut rencananya akan diserahkan ke DPR untuk segera dibahas. Menurut dia, saat sedang dalam pembahasan, isi RUU yang belum sepenuhnya selesai itu sudah merebak ke masyarakat luas.

Salah satunya yang berkaitan dengan hukum pidana bagi yang melakukan nikah siri.“Akhirnya muncul pro dan kontra di tengah masyarakat.Padahal itu masih dalam draf,”tandasnya. Dia menambahkan, sanksi pidana yang akan diberikan kepada para pelaku nikah siri akan dilihat setelah mempelajari prinsip dasar dari nikah siri, apakah dibenarkan atau tidak dalam agama.

Dia menambahkan, saat ini yang menjadi perdebatan adalah bentuk sanksi yang akan dikeluarkan pemerintah. “Sekarang ini soal hukumnya saja, apakah akibat dari itu dipidanakan atau ada sanksi administrasi atau ada denda,”tambahnya.

Cukup Perdata

Ketua Umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa mengaku setuju perlunya ada proteksi, berupa sanksi dalam pernikahan siri. Hanya saja bukan bentuk hukuman pidana yang diberikan, melainkan cukup hukuman perdata. “Pertanyaannya,apakah pemerintah menjamin perlindungan bagi yang pernikahannya tercatat? Yang sudah tercatat saja tidak ada perlindungan.

Lalu bagaimana dengan orang miskin yang tidak mencatatkan nikahnya,lalu dipidanakan. Antropolog Universitas Diponegoro Semarang Prof Mudjahirin Thohir mengatakan, pemidanaan bagi pelaku nikah siri dapat menjadi semacam rambu atau peringatan untuk mengantisipasi ketidakadilan.“

Saya kira perlu untuk menjadi warning, sebab sanksi pidana kan tidak berlaku secara otomatis untuk semua manusia, tapi berlaku bagi mereka yang melanggar,” katanya. Ditanya tentang kewenangan negara memasuki wilayah privat manusia, dia mengatakan, negara berwenang untuk mengatur manusia yang hidup dalam wilayahnya.

Dalam hal ini negara tidak melanggar karena hanya mengatur agar perkawinan tidak dilakukan secara siri. Negara tidak melarang perkawinan atau laki-laki yang ingin memiliki istri lebih dari satu. Menurut dia, nikah siri yang banyak terjadi dipengaruhi budaya feodalistik dalam sejarah peradaban Indonesia.