Sederhana tapi Tetap Menggetarkan
RASANYA pasti menakjubkan dapat berhadapan langsung dengan sebuah gunung yang mampu menggelapkan atmosfer bumi pada ratusan tahun silam.Ya,Gunung Krakatau memang selalu berhasil memberikan perasaan takjub itu kepada siapa pun yang mendekatinya.
Lebih dari 500 orang yang beruntung pun dapat merasakan sensasi kagum sekaligus bergetar ketika dapat berdiri dan berhadapan dengan Krakatau pada 25 Juli lalu.Tepatnya pada saat Festival Krakatu ke-20. Sebenarnya Festival Krakatau diadakan setiap tahun pada tanggal 26 Agustus,bertepatan dengan tanggal meletusnya Krakatau pada 26 Agustus 1883 silam. Namun, karena tanggal tersebut pada tahun ini bertepatan dengan Bulan Ramadan, perayaan Festival Krakatau akhirnya dipercepat oleh Pemerintah Provinsi Lampung. Perjalanan dari Pelabuhan Bakauheni menuju Krakatau kurang lebih memakan waktu 3 jam.
Kala itu kapal feri Mustika Kencana tidak hanya membawa ratusan masyarakat Lampung,tetapi juga membawa sebanyak 16 duta besar beberapa negara dari Jakarta. Beberapa duta besar yang hadir saat itu, antara lain dari Yunani, Polandia, Singapura, India, Belgia, Filipina,dan Argentina. Sebelum tiba di Kepulauan Krakatau,yang terdiri atas Rakata, Sertung, dan Panjang, yang merupakan hasil dari pecahan Krakatau Purba, peserta Festival Krakatau diberikan kesempatan untuk mengabadikan Gunung Krakatau. Sebuah Gunung yang berdiri dengan megah di hadapan para peserta festival kala itu memang terlihat tenang dan tidak berbahaya.
Namun disadari atau tidak, sebagian peserta yang menyaksikan Gunung Krakatau yang berdiri tepat di depan mata mereka akan membawa pikiran mereka untuk mengingat bahwa Gunung tenang ini pernah mengganas pada 26–27 Agustus 1883, saat pertama kali puncak gunung ini meletus. Sebuah letusan dahsyat terdengar hingga jarak 4.500 km dari titik letusan. Masyarakat yang tinggal di negara-negara seperti Australia Selatan dan Filipina pada masa itu sungguh tidak dapat memungkiri keganasan Krakatau.
Sementara di kawasan sekitar Gunung Krakatau, tidak pelak sebanyak 295 desa dengan korban 36.000 orang meninggal, harus menjadi korban kegagahan letusan gunung yang menyebabkan ombak pasang yang sangat besar hingga 40 meter saat itu. Material yang dimuntahkannya saat itu pun terbilang dahsyat. Kurang lebih 18 km kubik debu beterbangan hingga mencapai ketinggian 80 km dari permukaan laut dan menyebabkan keadaan gelap total selama 22 jam di sebagian bumi.Hasil dari ledakan itu adalah tiga gugusan pulau, yang saat ini disebut sebagai Kepulauan Krakatau.
Dengan kisah historis seperti itu, jelas perasaan takjub tidak akan dapat dipungkiri oleh siapa pun yang bisa berdiri berhadapan dengan Krakatau.Pamor Krakatau memang tidak lekang oleh waktu. Meski saat ini aktivitas si anak, yaitu Anak Krakatau yang muncul pada tahun 1927 terlihat lebih menarik dibandingkan induknya. Seperti yang terjadi pada 25 Juli lalu. Saat itu Anak Krakatau menyambut para peserta festival dengan asap abu-abu yang diembuskan dari puncaknya. Padahal, sejak awal Juli hingga satu hari sebelum perayaan Festival Krakatau ke-20,Anak Krakatau tidak pernah mengeluarkan asapnya.
Entah karena ingin menunjukkan keberadaannya atau ingin menyamai kemasyhuran nama induknya, Anak Krakatau saat itu mengepul- ngepulkan asapnya bak tanda dia menyambut para peserta Festival yang ingin merayakan kejayaan dari sang induk. Momen hanya berjarak beberapa kilometer dari Anak Krakatau pun akhirnya tidak disia-siakan oleh para peserta festival ini, termasuk para duta besar yang diundang. Mereka berfoto di geladak kapal dengan latar belakang Anak Krakatau yang sedang beratraksi dengan asap-asapnya.
Tidak hanya Anak Krakatau yang beratraksi saat itu, seorang atlet para motor (parasut yang menggunakan motor kipas di belakang penggunanya) juga melakukan atraksinya dengan memutari puncak Anak Krakatau. Beberapa masyarakat setempat memainkan musik tradisional Lampung di atas perahu-perahu dari tepian Gunung Krakatau.Perayaan Festival Krakatau tahun ini memang terlihat sangat minimalis. Kapal yang berhenti tidak lebih dari satu jam di hadapan Anak Krakatau dirasa sangat kurang memuaskan untuk sebagian orang.
Meski begitu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung Gatot Hadi Utomo meyakinkan bahwa untuk perayaan Festival Krakatau tahun mendatang akan dibuat lebih meriah lagi. “Festival ini memang cukup minimalis, tapi ke depannya kami sudah berencana untuk menggaet event organizer yang bisa semakin menyemarakkan festival ini.Karena dengan semakin semaraknya festival ini,berarti akan banyak juga wisatawan, baik asing maupun lokal yang berkunjung ke Lampung,” tandasnya.