Situs warisan dunia

Pengusulan kawasan karst Maros-Pangkep sebagai situs warisan dunia ke United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) terganjal oleh belum ditetapkannya legalitas kawasan tersebut. Legalitas dimaksud adalah, zonasi dan batas penggambaran atau delinasi di kawasan karst seluas 42.000 hektare itu. Kawasan ini juga masuk dalam wilayah Taman Nasional Bantimurung- Bulusaraung. “Memang masih membutuhkan perjuangan sangat berat dan panjang. Banyak persyaratan yang belum kita lengkapi. Salah satu yang belum dimiliki adalah soal legalitas kawasan karst,” ungkap Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Sulsel Tamzil Tadjuddin kemarin.

Karena itu, sejak 2011 ini, BLHD Sulsel bekerja sama dengan pakar lingkungan dan budaya Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Pemkab Maros, dan Pangkep untuk melakukan delinasi dan penetapan zonasi. Setelah melakukan pematokan dan menentukan batas wilayah pegunungan karst di kedua kabupaten tersebut, Pemprov Sulsel akan membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang penetapan kawasan karst Maros-Pangkep yang harus dilindungi.

“Soal legalitas juga merupakan permintaan pemerintah pusat,” jelas Tamzil saat menggelar keterangan pers di kantor Gubernur Sulsel kemarin. Selain itu, BLHD juga melakukan rencana aksi dalam melindungi pengunungan karst terbesar dan terindah kedua di dunia setelah kawasan karst Yangshuo, Cina.

Di antaranya dengan melakukan penanggulangan peningkatan potensi longsor dan erosi, penurunan kualitas lahar dan tanah. Di kawasan ini, bukit-bukit kapur menjulang tinggi dengan tebing menantang. Bahkan bersama kawasan karst di Pegunungan Sewu, kawasan karst Maros-Pangkep telah diusulkan sebagai situs warisan budaya dunia (World Heritage) ke UNESCO sejak 2001 silam.