Baharudin Aritonang
Baharudin Aritonang, tersangka kasus suap cek pelawat menuturkan, memilih Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia bukan karena perintah atau ada arahan dari Partai Golkar.
Melainkan pertimbangan objektifnya kepada kualitas Miranda dibanding dua calon lainnya yakni, Hartadi, dan Budi Rochadi. "Dari ketiga calon itu pertimbangkan saya objektif saja," kata Baharudin usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, Rabu 3 November 2010.
Mantan anggota BPK ini juga membantah menerima cek pelawat usai memilih Miranda. Menurut dia, cek yang diberikan Hamka Yandhu diterima oleh stafnya, Muslim. Cek itu merupakan pembayaran atribut kampanye pemilihan umum 2004 dari Hamka Yandhu dan Azhar Muchlis.
Di sekitar hari pemilihan Miranda itulah Hamka memberikan empat lembar cek pelawat kepada Muslim, stafnya yang mengelola bisnis atribut miliknya. Dan Azhar Muchlis memberikan dua lembar
"Rupanya Hamka melakukan itulah yang menjadi bukti KPK. Tak ada hubunganya dengan saya dan tidak ada yang dibicarakan oleh Hamka," katanya.
Dia juga membantah pernyataan Hamka Yandhu yang menyatakan, dirinya menerima cek perjalanan sebanyak 10 lembar di kamar kerjanya.
"Karena itu, saya tidak pernah menerima cek perjalanan dari Hamka Yandhu, baik secara langsung maupun tidak langsung dari suap menyuap pemilihan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubenur Senior BI," paparnya.
Baharudin diperiksa KPK selama empat jam sebagai tersangka. Dia dijadikan tersangka oleh KPK dalam kasus suap pemilihan DGS BI tahun 2004 bersama 25 anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 lainnya.