Berharap Kemurahaan Rezeki dari Orang Berpuasa

Memasuki bulan suci Ramadan, sejumlah titik jalan kembali dipenuhi gelandangan dan pengemis (gepeng) serta anak jalanan. Ini adalah siklus tahunan yang terjadi di Kota Makassar. Suatu malam di Jalan Sungai Saddang. Lalu lintas kelihatan padat dan sesak. Badan jalan yang lebarnya tidak seberapa besarnya ini,  dipenuhi puluhan kendaraan roda dua maupun roda empat. Debu jalan tertiup angin, kelihatan berterbangan saat lampu kendaraan menyorotnya. Di antara kendaraan yang harus berhenti karena lampu merah, sosok tubuh kecil terlihat lincah keluar masuk di antara celah kendaraan yang berhenti. Kaos putih yang dikenakannya terlihat kuyup oleh keringan. Badannya yang kecil dan tingginya yang hanya seukuran pinggang orang dewasa, terlihat menikmati kerasnya jalan ini. Dia seakan tidak perduli dengan kesemerawutan.

Raungan mesin dan dan suara klakson kendaraan dianggapnya seperti intro sebuah lagu. Debu yang berterbangan tertiup angin, bak asesoris panggung yang membuatnya tidak berhenti untuk terus bernyanyi. Gitar yang menggantung dipunggungnya terlihat begitu berat. Bodi gitar yang gendut, menutupi seluruh tubuhnya. Tangannya yang mungil dipenuhi debu, terlihat lincah memainkan kord lagu di samping pintu pemilik kendaraan yang berhenti. Lagunya ST 12 Om. Saya hafal dan sudah sering saya nyanyikan, katanya dengan polos. Setelah beberapa menit berada dipinggir jalan itu, baru diketahui ternyata anak pemberani ini bernama Rahim.

Dia mengaku duduk di Kelas 3 salah satu SD di Kota Makassar. Saya tidak tahu berapa umur saya Om. Tapi sekarang saya sekolah kelas tiga, katanya tersenyum. Tidak tampak kesedihan di wajahnya karena malam yang keras itu, telah membuatnya begitu senang. Sejak sore menjelang malam, dia sudah mengumpulkan hampir Rp12.000 dari hasil ngamennya. Bisa ditabung untuk lebaran Om.Untuk beli baju baru dan beli mainan, tuturnya. Dari bibir yang mungil ini, tidak tampak kesedihan karena mungkin saja yang tergambar di wajahnya adalah optimisme. Mungkin saja saat menyanyikan lagu ST 12 terbayang di benaknya adalah permen Lolypop dan baju lebaran bergambar Upin dan Ipin. “Belum lama saya mengamen Om.

Baru dua hari ini, katanya. Bagi pemerintah, Rahim dan Rahim lain yang sudah menghabiskan waktunya di jalanan, adalah kerikil dalam sepatu.Rumput yang tumbuh di antara bunga-bunga metropolitan Makassar. Atau bisa juga noda yang menempel di baju putih. Tapi inilah realitas jalanan yang tidak bisa di ingkari. Masa kecil anak-anak ini telah dirampas oleh kemiskinan dan kerasnya hidup. Naluri harus survivelah yang membuat mereka harus melawan kenyataan. Melawan kerasnya hidup untuk sebuah masa depan yang sangat kabur dan mungkin saja mereka tidak bisa raih. Kata orang, hidup adalah pilihan. Tapi betulkah, hidup susah telah dipilih anak belasan tahun ini.