Output Pabrik Jepang Turun

Output perusahaan di Jepang untuk pertama kalinya dalam 12 bulan turun pada Februari lalu sebesar 0,9% secara bulanan. Penurunan produksi itu dibarengi stabilnya tingkat pengangguran di kisaran 4,9%. Angka pengangguran tersebut tidak berubah dari bulan sebelumnya sesuai dengan ekspektasi pasar. Menurut Kementerian Tenaga Kerja Jepang, persentase pengangguran itu menunjukkan jumlah ketersediaan pekerjaan sebanyak 47 posisi untuk setiap 100 pelamar kerja. Menurut data pemerintah yang dirilis kemarin, penurunan produksi perusahaan diikuti pelemahan belanja rumah tangga sebesar 0,5%. Kendati demikian, secara tahunan, output perusahaan Jepang naik 31,3%.

Jepang yang kini menjadi negara dengan perekonomian terbesar di Asia selama dua tahun terakhir memang masih dihadapkan pada imbas krisis ekonomi global. Negeri Sakura baru bisa lepas dari resesi terburuk sejak Perang Dunia II akhir tahun lalu dengan pertumbuhan ekonomi 0,9% pada kuartal IV/2009. Membaiknya ekonomi Jepang dipicu kucuran stimulus pemerintah pada sektor perumahan serta membaiknya ekspor ke China.

Namun, pemulihan ekonomi dalam negeri Jepang masih diliputi bayangan deflasi akibat melemahnya daya beli dan penurunan harga serta bertambahnya populasi warga berusia produktif. Ekonom dari NLI Research Institute Taro Saito menyatakan, data pemulihan ekonomi Jepang masih belum pasti, terutama di sektor ekonomi yang memanfaatkan dana stimulus.

“Penurunan pertama pada output produksi merupakan kelalaian yang cukup mengkhawatir kan,” kata Saito di Tokyo kemarin. Kendati demikian dia mengatakan, jika dievaluasi secara keseluruhan, perekonomian Jepang sudah pada jalur yang benar walau sedikit melambat. Dia juga sepakat dengan ramalan pemerintah bahwa output perusahaan pada periode Maret akan kembali menguat sekitar 1,4%.

Analis lainnya, Ryota Sakagami dari Nomura Securities, juga menyatakan bahwa secara keseluruhan perekonomian negaranya memiliki prospek yang cukup baik. Dia menilai, meski data terakhir menunjukkan adanya penurunan namun hal itu tidak akan membawa Jepang ke resesi yang kedua kalinya. “Masalah konsumsi rumah tangga yang menurun itu merupakan bagian dari efek stimulus yang tidak lagi memberikan subsidi bagi pembelian kendaraan dan produk ramah lingkungan lainnya,” kata Sakagami.

Sementara itu,Asosiasi Manufaktur Automotif Jepang (JAMA) kemarin menyatakan bahwa produksi domestik kendaraan penumpang, truk, dan bus pada Februari lalu naik 74,9% dibanding tahun lalu menjadi 841.796 unit. Menurut JAMA, pada bulan lalu kinerja industri automotif Jepang dibantu ekspor yang melonjak 79,8% menjadi 381.407 unit. Meski sudah mulai pulih, ekspor automotif Jepang saat ini hanya 80% dari kapasitas ekspor sebelum krisis melanda.

“Pemulihan yang sekarang tercapai karena insentif pemerintah seperti subsidi pembelian dan pemangkasan pajak. Suatu saat program itu akan berakhir dan kita akan melihat apa yang akan terjadi tanpa pertolongan itu,” kata juru bicara JAMA. Di pasar ekspor, China menjadi negara tujuan terbesar Jepang dengan jumlah 46.740 unit kendaraan atau naik 159,1% secara tahunan.

Membaiknya pasar automotif Jepang juga membawa berkah bagi produsen seperti Toyota Motor Corp yang pada bulan lalu meningkatkan produksinya hingga 119,6% menjadi 303,933 unit.Dari jumlah tersebut,Toyota mengekspor 150.232 unit atau naik 106,9% dibanding bulan sebelumnya.

Peningkatan produksi juga dialami produsen nomor dua terbesar di Jepang, Honda Motor Co, sebesar 49,3% dibanding tahun lalu menjadi 284.711 unit kendaraan. Sedangkan Nissan Motor naik 72,4% menjadi 270.366 unit.