Saksi Golkar di KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK hari ini memeriksa mantan legislator, Hamka Yandhu terkait dengan pengusutan kasus suap yang menjerat 26 mantan anggota DPR lainnya dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004 yang dimenangkan Miranda Swaray Goeltom.

Saksi Golkar di KPK

"Diperiksa sebagai saksi untuk Golkar," ucap Hamka yang mengenakan kemeja putih bergaris kepada wartawan sebelum memasuki gedung KPK, Jakarta, Senin 4 Oktober 2010. Hamka tiba di Kantor KPK sekitar pukul 10.30 Wib diantar menggunakan mobil tahanan dari Rumah Tahanan Kelas I Cipinang.

Pada Senin 17 Mei 2010, Hamka Yandhu divonis pidana 2,5 tahun dalam kasus suap saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004. Selain itu, Hamka diwajibkan membayar uang denda Rp 100 juta.

Vonis Hamka ini paling berat dibandingkan vonis-vonis rekan sejawatnya yang sudah disidang sebelumnya, yakni Udju Juhaeri (2 tahun), Dudhie Makmun Murod (2 tahun), dan Endin AJ Soefihara (1 tahun 3 bulan).

Dalam kasus ini, sebanyak 26 anggota Komisi Keuangan DPR periode 1999-2004 juga telah ditetapkan sebagai tersangka. KPK menduga 26 politisi yang berasal dari Fraksi Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, dan Fraksi PPP menerima suap usai memilih Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.

Namun, Miranda Swaray Goeltom pada Senin 5 April 2010 membantah telah mengeluarkan 480 lembar cek perjalanan pasca dirinya terpilih menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia periode 2004-2009.

"Saya kaget ada hal itu," kata Miranda saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Miranda mengaku baru mengetahuinya setelah ada pengakuan dari Agus Condro Prayitno.

KPK menyangkakan para mantan anggota DPR itu melanggar ketentuan mengenai penyuapan, yakni Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu Kitab Undang-undang Hukum Pidana