Siti Hartati Murdaya Poo Tersandung Di Era SBY
Dekat dengan Istana sejak era Soeharto, Siti Hartati Murdaya Poo tersandung di era Susilo Bambang Yudhoyono. Yudhoyono adalah harapan yang diperjuangkannya bersama Achmad Mubarok sejak tahun 2001 dan dikampanyekan secara terbuka dengan dukungan penuh di Pemilu 2009.
Setelah kemenangan Yudhoyono, Hartati yang sebelumnya menolak berpolitik mau diangkat jadi anggota Dewan Pembina Partai Demokrat dan anggota Komite Ekonomi Nasional. Meski minta mundur, Hartati masih terdaftar di antara 31 anggota dewan pembina yang diketuai Yudhoyono.
Rabu (12/9) malam, bersamaan dengan persiapan akhir konser ”Multimedia Tembang Harmoni” di Hall D Jakarta International Expo, Kemayoran, yang dihadiri Yudhoyono dan istri, Hartati ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi. Setidaknya untuk 20 hari ke depan, Hartati mendekam di tahanan KPK. Di sana sudah menunggu mantan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Angelina Sondakh.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Hartati yang disebut majalah Forbes sebagai 50 perempuan pengusaha Asia berpengaruh ini merasa akan ditahan. Pengacara Hartati kirim surat ke KPK agar kliennya tak ditahan selama jadi tersangka.
Menguasai tanah
Kasus yang menjerat anggota tetap ”tim hore” Yudhoyono ini bermula dari keinginan menguasai lebih banyak lagi lahan perkebunan di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Sejak 1994, melalui perusahaan perkebunan sawit miliknya, PT Hardaya Inti Plantations (HIP) punya izin lokasi seluas 75.090 hektar di Buol. PT HIP adalah anak perusahaan PT Cipta Cakra Murdaya (CCM), perusahaan Hartati lainnya. Tahun 1996, dari izin lokasi PT HIP seluas 75.090 hektar tersebut, 22.780,76 hektar di antaranya mendapatkan hak guna usaha (HGU). Sisanya, 52.309,24 hektar, belum.
Pada 1999, PT HIP mengajukan HGU ke BPN untuk lahan 33.083 hektar dari 52.309,24 hektar yang belum dapat HGU. Pengajuan tak bisa diproses. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No 2 Tahun 1999, satu grup perusahaan hanya dibolehkan punya HGU di satu provinsi maksimal 20.000 hektar. Akibatnya, izin lokasi 52.309,24 hektar yang dikantongi PT CCM tak berlaku. Padahal, 4.500 hektar dari lahan itu oleh PT HIP ditanami sawit.
Mengakali aturan itu, tahun 2011 PT HIP mengajukan permohonan izin lokasi atas tanah seluas 4.500 hektar yang sudah terlanjur ditanami sawit tersebut kepada Bupati Buol Amran Batalipu dengan mengatasnamakan PT Sebuku Inti Plantation, anak perusahaan PT CCM. Karena izin lokasi tidak juga keluar, 15 April 2012 diadakan pertemuan di ruang tamu VIP Jakarta International Expo, Kemayoran, antara Hartati, Gondo Sudjono Notohadi Susilo, Totok Lestiyo, Arim, dan Amran.
Menindaklanjuti pertemuan tersebut, pada 11 Juni 2012 kembali diadakan pertemuan. Kali ini pertemuan digelar di Hotel Grand Hyatt Jakarta dan dihadiri Hartati, Totok, Gondo, Arim, dan Amran. Disepakati, Hartati akan memberi uang Rp 3 miliar kepada Amran. Penyerahan Rp 1 miliar melalui Arim dan Rp 2 miliar melalui Gondo.
Uang Rp 3 miliar tak hanya untuk mengurus lahan miliknya. Dalam surat dakwaan jaksa terhadap Gondo, disebut Hartati dan Totok memerintahkan agar Amran mengirim surat kepada Kepala BPN supaya tidak menerbitkan HGU kepada PT Sonokeling Buana. PT Sonokeling Buana dimiliki putra pengusaha Artalyta Suryani.
Deputi Riset dan Kampanye Konsorsium Pembaruan Agraria Iwan Nurdin mengatakan, penyuapan lazim dipakai untuk mendapatkan izin lokasi, izin usaha, hingga penerbitan HGU. ”Korupsi ini sebenarnya salah satu hulu konflik pertanahan, khususnya penyalahgunaan wewenang pejabat publik,” ujarnya.
Semalam, saat Hartati berada di ruang tahanan KPK, di Jakarta International Expo, Kemayoran, sedang dilantunkan lagu wajib kampanye 2009 ciptaan Yudhoyono oleh Rio Febrian dan Linda Sitinjak. Judulnya, ”Ku Yakin Sampai di Sana”.