Sri Mulyani dalam Kasus Century dan Bank Dunia

Sri Mulyani dalam Kasus Century dan Bank Dunia

Sekedar mengingatkan saja bahwa pada postingan sebelumnya di blog Standardisasi membahas tentang India Larang Impor Produk Telekomunikasi asal China, dan kali ini saya akan membahas tentang Sri Mulyani dalam Kasus Century dan Bank Dunia. Menurut informasi bahwa kalau saya kaitkan ungkapan itu dengan situasi yang menimpa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) yang baru saja mengundurkan diri, sesungguhnya hal tersebut bisa berlaku dan bisa pula tidak berlaku bagi SMI.

Secara kompetensi, SMI jelas memenuhi kriteria the right man (woman) in the right place sebagai Menteri Keuangan RI. SMI memiliki hampir segala kualitas yang dibutuhkan untuk menjadi menteri keuangan. SMI orangnya cerdas, backgroundkeilmuannya mumpuni, pengalaman sebelumnya berkaliber, dan ketika menjadi menteri keuangan, leadership SMI juga diakui anak buahnya sehingga membuahkan loyalitas tinggi.

Kebetulan, saya pernah bekerja di Kementerian Keuangan RI dan ikut merasakan atmosfer internal Kementerian Keuangan sebelum saya mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil pada akhir 2008. Memang beda sekali atmosfer loyalitas karyawan Kementerian Keuangan yang muncul di era SMI dibandingkan saat Menteri Keuangan lain, setidaknya yang saya rasakan ketika masih di sana sejak 1994.

Namun, jabatan yang diemban SMI adalah jabatan politik.Sekalipun sering dikatakan bahwa Kementerian Keuangan merupakan wilayah para profesional berkiprah, jabatan menteri tetap saja jabatan politik. Sebagai mantan akademisi profesional, SMI tidak memiliki interes dan keahlian dalam hal-hal yang berbau politik.

Mungkin menurut pikirannya, kalau kita kerja bagus, tanpa ada interes pribadi,politik akan mengalir memberikan dukungan. Namun, realitas tampaknya tidak selalu begitu.Bila di dunia akademisi profesional berlaku hukum yang linier, tidak demikian halnya dalam politik.

Hari ini dipuji, besok dicaci,hal itu sangat mudah terjadi (dalam politik).Begitu sebaliknya, juga tidak usah kaget bila melihat orang yang kemarin mencaci hari ini tiba-tiba memuji. Itulah realitas politik yang memang sulit dipahami bagi orang yang tidak memahaminya. Karena itu, dalam konteks inilah ungkapan the right man in the right place menjadi tidak cocok bagi SMI.

Diakui atau tidak, berhentinya SMI sebagai menteri keuangan dan memilih menerima tawaran Bank Dunia tidak bisa dilepaskan dari kasus yang membelitnya: bailout Bank Century sebesar Rp6,7 triliun. Tekanan politik yang bertubitubi tentu membuat dirinya merasa kurang dihargai atas jerih payahnya dalam menyelamatkan perekonomian dari krisis ekonomi global.

Sebagai orang yang bergelut di bidang ekonomi, saya termasuk berbeda pendapat dengan langkah pemerintah untuk mem-bailout Century. Banyak argumentasi ekonomi, baik teknis keuangan maupun makroekonomi, bisa dikemukakan dan hal itu telah saya jelaskan pada berbagai kesempatan. Namun, saya juga bisa memahami mengapa SMI perlu melakukan hal itu. Dunia akademik sangat berbeda dengan dunia riil yang memiliki implikasi yang riil pula.

Bila seorang ekonom bisa menjadikan kasus-kasus di sektor keuangan sebagai laboratorium pengujian hipotesisnya, jelas hal itu tidak berlaku bagi seorang menteri yang harus mengambil kebijakan untuk menyelamatkan sektor keuangan. Oleh karenanya, terlepas dari benar tidaknya bailout itu menurut logika akademik ekonomi, sepanjang telah dilakukan dengan pertimbangan dan keyakinan matang, kita perlu menghargai langkah itu.

Sebagai pemimpin, SMI telah mengambil tindakan berani (sekalipun berisiko menurunkan popularitas pribadinya) dengan membailout Century. Faktanya, kondisi ekonomi kita tetap membaik,hanya sedikit terpengaruh krisis global meskipun hal itu juga tidak bisa serta-merta diklaim sebagai keberhasilan dari kebijakan bailout. Saya menghargai pejabat yang berani mengambil keputusan yang diyakininya benar dibandingkan pejabat yang tidak berani mengambil keputusan demi mempertahankan popularitasnya, tetapi pada akhirnya justru bisa menjerumuskan negara pada krisis ekonomi.

Siapa yang bisa menjamin kalau Century tidak di-bailout, situasi krisis ekonomi 1997/1998 tidak terulang? Oleh karenanya, kalaupun ada gugatan atas kebijakan bailout, seyogianya itu tidak didasarkan pada alasan ekonomi, tetapi lebih pada ada tidaknya pelanggaran hukum dari kebijakan itu. Bila pelanggaran hukum yang dialamatkan, saya termasuk yang hingga saat ini tidak percaya bahwa SMI memiliki interes tertentu, misalnya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dari kebijakan bailoutyang diambil itu.

Kini, SMI telah memutuskan untuk berhenti sebagai menteri keuangan. Saya kira mundurnya SMI juga akan membantu mendinginkan suasana politik yang dalam satu tahun ini memanas akibat kasus bailoutCentury.Mungkin ini adalah harga yang harus dibayar SMI atas tindakan beraninya yang memang berisiko pada turunnya popularitas pribadi. Namun, langkah berhenti sebagai menteri keuangan bukanlah berarti rusaknya reputasi.

Sebuah kekeliruan besar bila seorang yang diberhentikan dari jabatannya sebagai menteri atau jabatan politik lain dianggap sebagai wujud dari kegagalan atas ketidakmampuannya secara profesional. Itulah sebabnya, saya termasuk tidak setuju bila ada penilaian bahwa bila seseorang tidak lulus fit and proper testyang dilakukan lembaga politik dianggap sebagai bentuk ketidakmampuan yang bersangkutan.

Faktanya, banyak orang yang tidak lulus fit and proper test dari lembaga politik atau berhenti atau diberhentikan dari jabatan politik justru memiliki karier yang bagus di tempat lain. Situasi itulah yang kini juga berlaku pada diri SMI. Dia kini dipercaya sebagai Managing Director Bank Dunia untuk menyupervisi wilayah Amerika Latin, Karibia, Timur Tengah, Afrika Utara, Asia Selatan, dan Asia Pasifik. Di Bank Dunia, SMI juga akan mengelola grup sistem informasi di lembaga itu.

Di sini, kembali ungkapan the right man (woman) in the right place dapat menimbulkan perdebatan. Kapasitas keilmuan SMI memang cocok dengan tugas Bank Dunia yang banyak memainkan agenda reformasi dan liberalisasi ekonomi dalam rangka pengentasan masyarakat dari kemiskinan dan perbaikan infrastruktur. Namun, menjadi kurang cocok karena lingkup tugas yang diemban SMI juga meliputi sistem informasi yang tidak berhubungan langsung dengan kapa-sitas keilmuannya.

Meski begitu, hal itu tidak mengurangi derajat kesuksesan SMI di Bank Dunia. Pengalamannya melakukan reformasi birokrasi, setidaknya selama di Kementerian Keuangan, menjadi bekal berharga dalam menjalankan tugas tersebut. Tak kalah penting adalah bagaimana mengoptimalkan peran SMI di Bank Dunia untuk kepentingan Indonesia. SMI bisa menjadi juru bicara Indonesia di pentas dunia.

Menurut informasi yang diterima Standardisasi bahwa SMI juga bisa menjadi penghubung ketika kita harus berinteraksi dengan Bank Dunia yang kebetulan memiliki persoalan seperti ketertinggalan infrastruktur, tingginya kemiskinan, dan masalah birokrasi yang juga menjadi tugas Bank Dunia. Terlebih lagi, Indonesia merupakan wilayah yang menjadi lingkup tugas SMI di Bank Dunia. Akhirnya, kita mengucapkan selamat bertugas di tempat baru buat Ibu SMI. Percayalah bahwa Indonesia sangat beruntung memiliki sosok seperti Ibu.