Tata Kelola Internet
Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) ikut serta dalam acara Southeast Asia–Internet Governance Forum (SEA-IGF) yang berlangsung secara hybrid di Bali.
SEA-IGF merupakan forum regional kawasan Asia Tenggara dari berbagai pemangku kepentingan dengan menggunakan pendekatan multistakeholder untuk membahas isu berkembang sekaligus mencari solusi atas tata kelola internet di negara masing-masing.
SEA-IGF kali ini mengambil tema “Transformasi Digital di Asia Tenggara”. Terdapat tiga subtema yang diusungnya, yaitu Infrastruktur TIK dan Keamanan Siber, Hak dan Masyarakat Digital, dan Orang Muda dan Pengembangan Inovasi.
Ketua PANDI Yudho Giri Sucahyo menjelaskan, pertumbuhan penggunaan teknologi internet di Indonesia telah melahirkan banyak tantangan di era globalisasi dan modernisasi.
Untuk merespons itu, muncul inisiatif untuk mempertahankan nilai-nilai budaya lokal seperti aksara nusantara, agar masyarakat sadar terhadap besarnya peninggalan budaya yang diwariskan leluhur. Aksara nusantara dirasa perlu dinamis mengikuti perkembangan zaman, agar dapat dilestarikan dan bisa digunakan di platform digital.
“Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (MIMDAN) merupakan sebuah program yang digagas PANDI untuk memperkenalkan aksara-aksara nusantara ke dunia internasional. Hingga saat ini sudah ada aksara yang telah didigitisasi agar dapat ditampilkan pada platform digital seperti PC, smartphone, dan perangkat lainnya, yaitu Bali, Batak, Bugis, Jawa, Makassar, Rejang, dan Sunda,” ujar Yudho dalam keterangannya.
Atas dasar itulah, PANDI mengambil Tema “Back to the Future: Indigenous Languages and Characters in the Industry 4.0 era” yang disamoaikan pada acara SEA-IGF untuk memberikan bukti keberadaan kebudayaan tutur dan tulis yang berkembang di Indonesia pada masa lalu.
Menurut Yudho, sosialisasi mengenai aksara nusantara harus digaungkan kembali agar masyarakat khususnya yang berada di luar komunitas aksara bisa mengetahui sejarah aksara di nusantara.
Tema tersebut menyoroti aksara nusantara serta peluangnya bisa ikut berperan pada revolusi di era industri 4.0. Ini menjadi sangat penting terutama selama pandemi ini, yang mana hampir setiap aktivitas fisik bergeser ke ruang virtual.
"Memastikan akses teknologi yang merata melalui era industri ini, salah satu pilar pentingnya dengan menggali aksara nusantara dan karakteristik yang merupakan harta karun bangsa, untuk ditetapkan sebagai bahasa telekomunikasi lainnya yang bisa menjadi standar di negara dan secara internasional,” terang dia.
Di era digital, keamanan data merupakan isu paling krusial. Setiap negara berlomba membuat proteksi yang kokoh untuk melindungi data-data mereka. Untuk masa kini dan mendatang, kehidupan masyarakat di semua negara tidak akan lepas dari peranan alat digital. Setiap detik masyarakat menyuplai cerita ke berbagai server, menjadikannya sebuah big data dan para pakar dapat menganalisis itu untuk berbagai tujuan.
Di bidang pemerintahan, istilah-istilah seperti e-government dan smart city telah lama digaungkan. Bahkan rekapitulasi pemilu pun tidak lagi menggunakan cara-cara manual dan ini memerlukan pengamanan ekstra.
“Bukan suatu kemustahilan jika kita membuat revolusi berupa metode pengamanan sandi dan enkripsi menggunakan bahasa dan aksara asli Indonesia. Generasi penerus dapat terus mengembangkannya, sehingga suatu saat negara kita bisa mencapai kedaulatan digital,” pungkas Yudho.