Yang Terjagadari ”Mimpi Buruk”
KETIKA sebagian siswa menganggap Ujian Nasional sebagai mimpi buruk, sebagian lagi justru menikmatinya, menurut pnyelidikan Hosting Murah Indonesia Indositehost.com . Hasilnya mereka bisa meraih prestasi gemilang.Berbagai pujian pun datang. Ritual tahunan ujian nasional (UN) seringkali menjadi perbincangan. Maklum, pola evaluasi belajar siswa melalui ujian nasional seringkali menjadi momok yang menakutkan bagi siswa kelas 3. Karena itu, seringkali para siswa merasa seperti akan menghadapi mimpi buruk jelang UN digelar.
Berbagai upaya dilakukan baik secara teknis (belajar) maupun psikologis. Namun, tak jarang hasil yang dicapai justru mengecewakan. Banyak siswa yang tidak lulus karena nilainya di bawah 5,5 sebagai syarat kelulusan, tetapi hal itu tidak berlaku bagi sejumlah siswa yang justru meraih prestasi gemilang. Lulus dengan nilai memuaskan bahkan nyaris sempurna. Hal inilah yang dialami Fitriyan Dwi Rahayu,14,siswi SMP Negeri 1 Karanganyar,Kebumen, Jawa Tengah yang meraih nilai rata-rata UN 9,95. Begitu juga dengan Ni Made Yuli Lestari, siswi SMP Negeri 1 Gianyar, Bali yang juga meraih nilai rata-rata UN 9,95. Prestasi gemilang juga diraih Ni Kadek Indra Puspayanti, siswi SMP Negeri 1 Abiansemal,Badung, Bali yang juga meraih nilai ratarata UN 9,95 dan Lieska Sukma Irdayanti, siswi SMPN 02 Tulungagung, Jawa Timur yang menorehkan nilai rata-rata UN 9,00.
Pencapaian prestasi gemilang sejumlah siswa dalam UN ini seakan menjadi bukti bahwa mereka adalah kelompok siswa yang ”terjaga dari mimpi buruk”. Jika selama ini UN dianggap mimpi buruk, hal itu tidak berlaku bagi mereka. Malah, hasil yang dicapai justru menuai berkah. Riyan –sapaan akrab Fitriyan Dwi Rahayu– misalnya baru sehari diumumkan bahwa dirinya mendapat prestasi gemilang dalam UN, gadis berusia 14 tahun itu sudah banyak mendapatkan tawaran beasiswa dari sekolah-sekolah favorit. Sejumlah sekolah favorit ”merayu” Riyan. Iming-imingnya pun menggiurkan,siswi yang tergolong tomboi ini akan diberikan beasiswa pendidikan selama tiga tahun penuh.
”Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) SMA 1 Kebumen dan SMA Taruna Nusantara Magelang bersedia memberikan beasiswa.Dinas Pendidikan Jateng juga berjanji akan memberikan beasiswa selama tiga tahun penuh kepada Riyan di mana pun dia bersekolah,” ujar Kepala Dinas Dikpora Kebumen Mahar Moegiyono HN. Prestasi yang dicapai Riyan memang tergolong luar biasa. Untuk mata pelajaran matematika, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dia mendapatkan nilai 10,hanya Bahasa Inggris yang mendapatkan nilai 9,8. ”Saya kira yang dapat nilai 10 hanya Matematika dan IPA,” katanya kepada Seputar Indonesia. Riyan punya pengalaman menarik saat mengerjakan soal UN mata pelajaran matematika.Ada satu soal tentang trapesium yang membuatnya pusing tujuh keliling. Berbagai rumus telah dia coba,tapi jawabnya tidak ada yang cocok.
Hingga akhirnya Riyan memutuskan menjawab sesuai apa yang paling dia yakini.Sesampai di rumah Riyan masih penasaran dengan soal matematika tersebut. Lantas dia pun berdiskusi dengan kakaknya Bayu Raharjo Putra, 18, yang baru saja lulus SMA. ”Namun, tetap saja tidak ketemu hasilnya. Kakak malah menganggap soalnya yang salah,” ungkapnya. Berbeda dengan kebanyakan murid, yang menganggap matematika sebagai momok mengerikan, Riyan malah mengaku sangat suka, bahkan cinta, dengan pelajaran ini. Ilmu hitung-hitungan itu bisa memberikan rasa puas saat bisa memecahkan soal-soal yang diberikan. Dengan demikian, tak heran jika nilai UN matematikanya 10. ”Asik aja kalau ngitung,” kata remaja kelahiran 26 Februari 1996 silam ini.
Khusus untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, Riyan memang tidak begitu menyukainya.Alasannya sederhana, soal dipastikan panjang-panjang dan jawabnya mirip-mirip. Untuk itu, susah dibedakan mana yang salah dan benar.Walau begitu, nilai UN Bahasa Indonesia Riyan juga sempurna,10. Tak ada persiapan khusus yang dilakukan Riyan sehingga mencapai prestasi membanggakan tersebut.Tidak ikut les privat atau mengikuti atau bimbingan belajar di lembaga tertentu. Riyan hanya diminta dibangunkan pukul 04.00 WIB untuk belajar sebelum berangkat mengikuti UN. ”Riyan tidak memiliki jam belajar khusus, tergantung mood.Tapi tiap hari dia pasti belajar,” kata Cipto Raharjo, ayahnya. Cara belajar Riyan cukup unik. Dia selalu belajar sambil mendengarkan musik. Musik dianggap sebagai pemicu semangat saat belajar dan juga membuat belajar menjadi lebih menyenangkan.
”Kalau tidak sambil bermain gitar. Belajarnya memang sambil bermain,” ujar Cipto. Prestasi yang diukir Riyan tak luput dari peran serta guru dan sistem pendidikan yang diterapkan di SMP Negeri 1 Karanganyar, Kebumen. Sejak tahun ajaran baru, proses belajar mengajar khusus kelas tiga dimulai pukul 06.00 WIB. Selain itu, sekolah juga memberikan tambahan jam belajar pada sore hari. Kebijakan ini diambil untuk mempersiapkan siswa sejak jauh-jauh hari untuk menghadapi UN yang kian berat. ”Ini menunjukkan bahwa setiap siswa bisa mencapai nilai 10 dalam UN jika benar-benar belajar,” tandas Kepala SMP Negeri 1 Karanganyar,Kebumen Suparmin.
Prestasi serupa juga diraih Lieska Sukma Irdayanti, 15, siswi SMPN 02 Tulungagung,Jawa Timur yang juga berhasil meraih nilai tertinggi UN dengan rata-rata 9,00. Meski bukan dari kalangan berkecukupan, hal itu tidak menyurutkan langkah Lieska untuk berprestasi di sekolah. Almarhum ayahnya hanyalah seorang anggota TNI di Kodim Tulungagung berpangkat rendahan. Ayahnya meninggal karena sakit ketika Lieska masih berusia 2 tahun. Bermodalkan uang pensiun suaminya, Ponirsih, ibu Lieska membesarkan keenam anaknya. Tetapi, hal itu tidak membuat Ponirsih melupakan pendidikan anak-anaknya. Malah, dia selalu tegas untuk soal pendidikan. ”Kalau nilainya jelek, sulit mencari sekolah bermutu. Sementara biaya sekolah terbatas,” ujar Ponirsih kepada Seputar Indonesia.
Keterbatasan biaya membuat Lieska harus bersungguh-sungguh dalam sekolah. Hal ini dilakukan agar dia berprestasi dan mudah mencari sekolah bermutu. Sejak sekolah di tingkat Sekolah Dasara, Lieska selalu meraih prestasi.Terbukti, lulus SD dia bisa masuk di SMPN 02 Tulungagung sebagai salah satu sekolah favorit. Bahkan lewat prestasinya Lieska bisa mendapat beasiswa selama sekolah di SMPN 02 Tulungagung. Lieska punya cara tersendiri dalam belajar. Setelah pulang sekolah dia selalu membuka kembali pelajaran yang baru diperolehnya di sekolah.Kemudian dia belajar lagi usai salat magrib dan mengulanginya lagi di pagi hari sebelum sekolah. Pola itulah yang dilakukan Lieska setiap hari. Cara belajar yang hampir sama juga dilakukan Ni Kadek Indra Puspayanti dari SMPN 1 Abiansemal, Badung dan Ni Made Yuli Lestari,siswi SMPN I Gianyar yang sama-sama mencetak nilai total ujian 39,80 atau rata-rata 9,95.
Indra yang juga berasal dari keluarga kurang mampu selalu membiasakan diri belajar setiap hari. Bahkan, untuk menghadapi UN, dia telah menyiapkan diri enam bulan sebelumnya. Dia rajin mempelajari soal-soal UN tahun sebelumnya. Soal-soal tersebut didapatkan dari internet. Hasilnya,untuk tiga mata pelajaran Indra meraih angka sempurna 10.Ketiga mata pelajaran itu adalah Bahasa Indonesia, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Untuk nilai Bahasa Inggris,Indra meraih 9,80. Hasil serupa juga diraih Yuli. Untuk tiga mata pelajaran dia meraih angka sempurna 10, yakni Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA. Nilai Bahasa Inggris yang diraih Yuli sama dengan yang dicapai Indra.
Yuli yang berasal dari keluarga cukup mampu memang memiliki keleluasaan untuk mengikuti les di lembaga bimbingan belajar.Untuk itu, apa yang dicapai Yuli, Indra, Riyan dan Lieska bukan ditentukan dari tingkat strata sosial keluarga, tetapi lebih kepada niat, kemauan, dan kerja keras para siswa dalam menghadapi UN.